Chapter 10: Aku Ingin Memiliki Semua yang Kau Miliki!
Chapter 10: Aku Ingin Memiliki Semua yang Kau Miliki!
"Ya, aku menikah beberapa hari setelah aku sampai di Indonesia. Tapi pernikahan kami cukup unik."
Randika pun segera menjelaskan kronologi bagaimana dirinya bisa menikah.
Ketika Safira mendengar bahwa kakaknya ini akan bercerai setelah 3 bulan, dia tersenyum lebar.
"Kak kau menjual dirimu hanya karena uang?" Mungkin hal yang dikatakan kakaknya ini sangat tidak masuk akal, tetapi Safira percaya bahwa kakaknya tidak akan pernah berbohong padanya.
"Bagaimana lagi, kakakmu sangat miskin ketika dia pulang. Pada waktu itu, aku tidak punya alat untuk berkomunikasi ataupun baju. Jadi apa salahnya menjual tubuhku demi uang?" Randika menjelaskannya dengan nada sedih yang mungkin akan membuat orang iba. Tapi Safira tidak percaya akan hal itu, pasti ada udang di balik batu.
"Oke aku percaya padamu. Tapi yang membuatku penasaran, siapa wanita itu? Dia berani sekali membayarmu begitu mahal, jangan-jangan dia adalah tante-tante gemuk yang bergelimang harta ya?" Goda Safira.
"Tettt, kau salah! Istriku sangat cantik bagai bidadari. Mungkin lebih jelasnya kau bisa tanya Elva yang ada di sampingmu." Kata Randika sambil menunjuk Elva.
Randika aslinya melakukan hal tabu, karena dia menyebut Elva dengan namanya bukan nama samaran yang dia pakai dalam daftar para Dewa. Dalam peraturan tidak tertulis dalam daftar ahli bela diri tersebut, mereka tidak akan memakai nama asli mereka melainkan dengan nama samaran. Tetapi bagi Randika, karena Elva mengetahui nama aslinya jadi mengapa dia perlu memanggilnya dengan nama samarannya?
"Perempuan itu berasal dari Perusahaan Cendrawasih bernama Inggrid Elina." Ketika mengatakan hal ini, Elva masih tidak percaya akan hal ini.
Ketika dirinya melihat informasi ini pertama kalinya, dia sangat terkejut. Inggrid Elina adalah wanita terkenal di seluruh kota Cendrawasih dan dia sering menolak pria-pria tampan. Dan ternyata, Inggrid malah menikahi pria mesum di hadapannya ini.
"Apa!? Kakak menikahi Inggrid Elina?" Safira juga sangat terkejut ketika mendengar nama perempuan ini.
"Hahaha bagaimana? Kau terkejut bukan? Kakakmu telah menang banyak kali ini!" Kata-kata Randika sedikit tidak sopan.
"Kak, apakah kau tidak tahu reputasi Inggrid di kota ini? Semua lelaki di kota ini ingin meminang hati Inggrid sejak lama. Bisa-bisanya kau malah mengatakan bahwa dia telah membayarmu untuk menikahinya! Dukun mana yang kau pakai?"
Safira benar-benar ingin memukul kakaknya, dia benar-benar marah. Bisa-bisanya kakaknya mengatakan bahwa dia telah menjual tubuhnya demi uang dan ternyata yang membelinya adalah wanita paling berpengaruh di kota Cendrawasih ini.
Apabila ada yang namanya keberuntungan, kakaknya ini mungkin memiliki keberuntungan yang luar biasa. Cewek cantik yang membayarnya untuk hidup bersamanya dan uang yang melimpah yang akan diterimanya ketika mereka bercerai. Kisah fiksi macam apa memangnya yang dia baca?
"Jangan begitu, kakakmu ini berusaha mencari uang demi kita. Lagipula Inggrid juga dingin terhadapku. Aku juga sudah punya dirimu bukan? Bukankah kita sejak kecil berjanji untuk menikah? Saat kita pulang ke gunung apakah kau ingin meresmikan hubungan kita?" Randika segera membalas Safira dengan godaannya sendiri.
Mendengar kata "menikah" membuat Safira tersipu malu. Memang benar mereka bukanlah saudara kandung dan mereka telah sepakat untuk menikah sejak mereka muda. Hal ini juga sudah disetujui oleh para kakek yang ada di rumah. Meskipun begitu, Safira masih akan tersipu malu apabila hal ini disinggung.
"Huh siapa yang mau menikahimu? Lagipula kamu kan sudah menikah, aku nanti malah dicap pencuri laki orang tahu!" Safira mengatakan hal ini dengan muka cemberut.
Elva melihat ini dengan sedikit terkejut. Orang dengan sifat dingin dan pendiam ini ternyata bisa cemburu dengan begitu mudah dan bisa tersipu malu.
"Lalu kau mau aku bagaimana? Kau menyuruhku untuk menikahi kalian berdua? Kakakmu ini yang tidak kuat melakukan hal itu. Aku tidak ingin membuat kalian berdua cemburu satu sama lain karena kurangnya kasih sayangku. Jadi lebih baik giliran saja menikahnya."
.......
Mereka masih berbincang-bincang cukup lama sambil Safira mengobati Randika. Randika segera merasa tubuhnya semakin membaik.
Dengan tidak adanya ramuan X, Randika selalu cemas akan kekuatan tersembunyi yang mengintainya. Oleh karena itu, Randika selalu was-was. Apabila ada ramuan X tentu saja Randika tidak akan takut pada apa pun.
Randika pun sempat berpikir untuk pulang ke gunung agar kakeknya bisa mengobatinya namun dia masih belum sempat melakukannya dan dia juga tidak ingin terburu-buru pulang.
Randika lalu mengundang Safira untuk tinggal di rumahnya yang sekarang. Tentu saja hal ini ditolak oleh Safira. Dia merasa bahwa situasi akan canggung dan lagipula itu bukanlah rumah Randika melainkan Inggrid. Pernikahan mereka pun hanya berlangsung selama 3 bulan dan itu adalah waktu yang sangat cepat baginya jadi tidak ada alasan bagi Safira untuk ingin segera bersama dengan Randika.
Akhirnya kedua pasang saudara ini memutuskan untuk pulang dan Safira masih sempat memeluk erat kakaknya itu.
Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi ketika Randika kembali ke rumah. Ibu Ipah terlihat sedang bersih-bersih rumah, Inggrid sudah pergi dan, menurut perkataan Ibu Ipah, dia jarang pulang ketika makan siang. Jadi seharian ini, Randika akan menjalani hari seorang diri dan tidak ada hal yang bisa dia kerjakan.
Ketika dia melihat sosok Ibu Ipah yang sedang menyapu, Randika selalu teringat akan identitas asli ibu satu ini. Dia tahu bahwa Ibu Ipah adalah pendekar yang kuat meskipun memiliki wajah yang ramah. Randika berpikiran bahwa dia pasti lawan yang menyusahkan meskipun dia sendiri yang turun tangan.
"Ibu Ipah aku pulang!" Randika tidak lupa menunjukan keramahannya kepada Ibu Ipah.
"Wah nak Randika sudah pulang, ada yang bisa aku bantu? Oya sebentar lagi makan siang, ada yang nak Randika mau makan? Ibu bisa membuatkan apa saja." Katanya sambil tersenyum.
"Aduh kalau ibu memaksa sih aku sedang lagi kepengen iga bakar. Aku sudah lama mengidamnya!"
"Baiklah ibu mengerti. Aku akan memasaknya untuk siang nanti jadi bersabarlah ya nak."
"Hebat! Ibu Ipah memang terbaik! Kalau begitu aku akan istirahat di kamar dulu ya bu. Kalau ada apa-apa ketuk saja pintuku." Setelah selesai berbasa-basi, Randika pun kembali ke kamarnya.
Sejujurnya, keseharian tanpa perlu melakukan apa pun ini adalah kehidupan yang dia damba-dambakan. Baginya hidup santai adalah hidup ideal baginya. Dia tidak perlu khawatir terhadap makanan, teriknya matahari, uang sewa bulanan, bahkan sekarang dia memiliki istri yang cantik! Satu-satunya penyesalannya adalah istrinya tidak ada bersama dengan dirinya.
Meskipun mereka tinggal di satu atap, mereka masih memiliki jarak di antara mereka dan Randika tidak tahu bagaimana dia bisa memangkas jarak ini. Namun, dirinya yang sekarang sudah memiliki masalah dengan ramuan X dan tubuhnya, oleh karena itu dia tidak mau terlalu ambil pusing terhadap hubungannya dengan Inggrid.
Ramuan X benar-benar krusial baginya. Tanpa itu, hidupnya benar-benar dalam bahaya.
Dia masih belum bisa menentukan bahwa Bulan Kegelapan yang dia bunuh adalah yang asli atau yang palsu. Sedangkan untuk Naoki, Randika tidak terlalu peduli. Dia lebih khawatir terhadap orang-orang yang berada di belakang Bulan Kegelapan dan Harimau.
Mereka berdua pasti telah dicuci otaknya hingga berani berkhianat. Tetapi Siapa dalang sebenarnya?
Setelah berpikir keras, Randika sudah mencoret beberapa nama dan akhirnya mengeluarkan handphone barunya. Dia merasa percuma berpikir tanpa petunjuk yang jelas, lebih baik menyelidiki hal ini secara menyeluruh.
"Ares sang Dewa Perang!" Setelah teleponnya nyambung, hal inilah yang dikatakan pertama kali oleh Randika.
"Selamat pagi tuan!"
Terdengar suara perempuan di balik telepon.
"Shadow bisakah kau tolong aku? Markasku di Jepang telah hancur. Tolong cari tahu siapa yang berani melakukan hal itu! Dan selagi kamu bekerja, tolong perhatikan satu nama ini. Namanya adalah Bulan Kegelapan. Dia dulu adalah rekan kerjaku dan seharusnya kamu mengenalnya. Ketika kau menemukan keberadaannya, segera beritahu aku!"
"Baik tuan!'
"Satu hal lagi, jangan pernah tinggalkan jejak. Aku tidak ingin keberadaanmu diketahui siapapun!"
"Baik tuan!"
Randika segera menutup teleponnya.
Dia tidak akan menyangka bahwa di kota Cendrawasih ini, di sebuah kediaman terpencil, ada sesosok wanita dengan senyum liciknya juga telah mendapatkan informasi berharga.
Setelah itu, perempuan itu menoleh ke pria di sampingnya. "Sesuai perkiraanmu, dia telah menelepon Shadow dan mengira bahwa dia adalah kartu Asnya."
Jatuh di pelukan pria itu, si perempuan segera membelai-belai dada pria tersebut. Pada saat ini mata si pria terlihat berbinar-binar, "Ares, aku tidak hanya ingin nyawamu tapi aku juga menginginkan semua wanitamu dan segalanya yang kau miliki!"