Chapter 113: Kutunjukan Betapa Bengisnya Diriku
Chapter 113: Kutunjukan Betapa Bengisnya Diriku
"Tidakkk!"
Christina berteriak keras sampai-sampai telinga Randika terasa ingin pecah.
Christina bertindak dengan cepat. Dia mengambil selimut yang ada di kasur untuk menutupi tubuh bagian atasnya yang telanjang itu.
"Aku tidak menyangka kamu adalah pria seperti itu, kau bahkan hendak memperkosaku!" Christina sudah di ambang menangis, pengalaman pertamanya hampir saja dipaksa ambil.
"Dengarkan aku dulu sebelum kau mengambil kesimpulan oke?" Randika mulai kesal. Benar memang aku yang membuka pakaianmu itu. Benar aku mencuri-curi kesempatan merasakan buah melonmu itu. Tapi bukankah aku sudah menyelamatkanmu? Anggap itu sebagai imbalannya.
Lagipula, aku bermain-main dengan dadamu itu malah memberikan sensasi nikmat bukan?
"Dasar pria mesum!" Christina sudah tidak peduli. Dia dengan cepat melayangkan sebuah tamparan lagi pada Randika.
Tapi kali ini tangannya dicengkram erat di tengah udara.
Meskipun sudah meronta-ronta, Christina tidak bisa lepas dari genggaman Randika.
"Tidak! Lepaskan aku!" Christina mulai panik.
"Kalau kau ingin aku menjadi bengis, aku akan menunjukannya." Randika menyeringai, wajahnya terlihat marah.
"Mau apa kau!" Christina menjadi takut.
"Bukannya kamu bilang aku orang mesum? Akan kutunjukan bagaimana orang mesum akan bertindak."
Setelah berkata seperti itu, Randika menindih Christina di atas kasurnya. Selimut yang menyelimuti bagian atasnya terjatuh dan dia kembali telanjang. Randika tidak memberinya kesempatan untuk melepaskan diri.
"Bagaimana? Apakah ini disebut memperkosa? Sayangnya ini masih belum apa-apa."
Setelah itu Randika mencium paksa Christina, tidak membiarkan dia lari.
Christina awalnya ingin melawan tetapi bibir Randika dengan sempurna menghalangi bibirnya. Meskipun dia berusaha untuk berteriak, yang keluar hanya desahan dan air liur.
Mata Christina terbuka lebar, tetapi dia berhasil menampar Randika dengan keras. Namun, bagi Randika tamparan itu bagaikan sengatan kecil saja.
Saat mereka berciuman, Christina mati-matian menggertakan giginya untuk mencegah Randika masuk lebih jauh. Mengetahui hal ini Randika tersenyum, berani melawanku?
Tangan Randika sudah berenang-renang di tubuh mulus Christina. Hal ini membuat Christina makin panik, di tengah kepanikannya itu dia berteriak keras untuk meminta tolong. Namun, hal ini dimanfaatkan Randika untuk mengincar lidahnya.
Di saat mereka bertemu, Christina berusaha menggigitnya. Untung saja Randika berhasil menarik miliknya tepat waktu.
"Hei!" Randika melepas bibir Christina sambil marah-marah. "Memangnya kau anjing?"
Serangan Christina itu hampir saja memutus lidah Randika.
"Dasar bajingan! Lepaskan aku!" Christina meronta-ronta.
"Aku benar-benar akan memperkosamu kalau kau tidak diam!" Randika pura-pura terlihat kejam.
"Kugigit hingga putus kalau kau berani!" Christina sudah tidak mau tunduk lagi.
"Aku pria mesum, yang di otakku hanyalah wanita dan sex." Canda Randika. "Aku sarankan kau jangan bergerak dan memamerkan tubuhmu itu. Jangan salahkan aku kalau aku tergiur melakukannya."
Mendengar ancaman Randika itu Christina sedikit takut. Dia dengan cepat menutup dadanya dengan satu tangannya.
"Dengarkan aku." Muka Randika menjadi serius. "Aku hanya akan menjelaskannya sekali."
Christina memalingkan wajahnya, memangnya siapa yang mau mendengar penjelasanmu?
"Aku sudah memperingatimu untuk berhati-hati terhadap penyakit di dadamu itu. Kalau aku tidak merawatmu tepat waktu tadi, kau benar-benar sudah mati sekarang." Kata Randika dengan nada serius. Dia lalu mengeluarkan jarum akupunturnya dan memperlihatkannya. "Ini alat-alat yang kugunakan padamu, dulu aku sudah bilang bukan kalau aku bisa teknik akupuntur."
Christina lalu meliriknya diam-diam. Setelah dipikir-pikir memang dadanya sudah tidak sakit lagi, berarti perkataan Randika ini memang benar! Tapi mana mungkin dia mengakui kesalahannya? Wanita tidak pernah salah!
"Akupuntur perlu akses langsung ke kulit agar titik-titik tertentu itu mendapatkan hasil maksimal. Penyakitmu ini terpusat di dadamu jadi wajar saja aku perlu kau bertelanjang dada atau aku tidak bisa menyelamatkanmu." Muka Randika lalu terlihat khawatir. "Pada saat itu mukamu benar-benar sudah putih pucat, aku kira kau akan mati. Jadi aku terpaksa membuat keputusan sepihak."
Christina mendengus dingin. "Jadi dengan alasan itu kau meraba dadaku sesuka hatimu?"
"Akupuntur adalah tahap pertama dan tahap kedua adalah mengeluarkan penyakit itu keluar dari tubuhmu. Aku harus menyalurkan tenaga dalamku tepat di mana penyakit itu berada."
"Apa kamu tidak merasakan sensasi hangat saat aku menyentuhnya tadi? Bukankah rasa sakit itu sudah hilang?"
Christina memikirkan kata-kata Randika ini, penyakitnya memang sudah tidak terasa sama sekali.
"Dan saat kau membuka matamu itu, aku sudah hampir selesai menyembuhkanmu. Setelah merasakannya sendiri, apakah kau masih berpikir aku berbohong?"
Christina mengerutkan dahinya, ekspresi mesum Randika saat meraba dadanya itu tidak mungkin dia lupakan. Dirinya tidak akan salah menilai orang!
Setelah beberapa saat, Christina mengatakan. "Baiklah Lepaskan aku dulu."
"Minta maaf padaku dulu." Kata Randika dengan nada serius. "Kamu selalu mengira aku mengejar hatimu selama ini dan bahkan menuduhku pemerkosa. Minta maaf atau aku tidak akan melepaskanmu."
Randika pintar memanfaatkan keadaan untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun aksinya tadi benar-benar berlandaskan nafsu, dia berhasil memutar balikan fakta menjadi dirinya yang benar. Bahkan dia berhasil membuat Christina terlihat bersalah.
Kemampuan ini cuma dimiliki dirinya seorang!
Christina mendengus dingin, mana mungkin dia melakukannya.
Karena Christina tidak mau mengatakannya, keduanya terdiam beberapa saat.
"Hah, ya sudahlah. Aku sudah capek meladenimu." Randika lalu melepaskan Christina.
"Jangan lihat ke sini!" Kata Christina.
"Hah? Memangnya kenapa?" Randika penasaran.
"Apa kau ingin aku tidak memakai baju terus-terusan?" Kata Christina sambil marah-marah.
Randika aslinya ingin mengatakan jangan tetapi takut.
"Sudah jangan lihat ke sini!" Bentak Christina.
Randika lalu menuruti Christina. Sambil melototi Randika, Christina dengan cepat mengambil pakaiannya yang berserakan dan memakainya.
"Hei tidak usah lirik-lirik!" Christina menyadari bahwa Randika menatapnya dari sudut matanya.
Randika hendak bercanda tetapi dia mendengar ada suara langkah kaki orang.
"Kau tinggal sendirian?" Randika mengerutkan dahinya.
"Iya, kenapa?"
Lalu tatapan mata Randika lalu berubah menjadi serius. "Kenapa kok aku mendengar ada orang yang masuk dari pintu?"
"Hah? Ngomong apa kamu?" Christina kelihatan bingung. Tetapi, pada saat ini terdengar suara pintu tertutup dari lantai bawah.
Setelah beberapa saat, pintu kamar Christina dibuka. Sebuah kepala seperti sedang mencungul dari baliknya.
Randika dan Christina terkejut tetapi yang paling terkejut adalah pria di balik pintu.
Setelah beberapa saat hening, Christina terkejut dan mengatakan. "Jansen!?"
Muka Jansen terlihat pucat pasi. Christina sedang bersama seorang pria dan yang lebih parahnya adalah Christina yang hanya memakai beha itu sedang memakai bajunya. Sudah jelas bahwa mereka telah selesai melakukannya.
"Kalian habis ngapain hah!" Sebelum Christina bisa berbicara, Jansen sudah meledak-ledak. Dia sudah membuka lebar pintu dan membentak mereka dengan keras.
Randika kebingungan dengan situasi ini dan memutuskan untuk diam. Pria ini jelas mengenal Christina, kalau tidak maka pria ini tentu tidak mempunyai kunci rumahnya bukan?
Jadi diam adalah emas sekarang.
"Aku tidak menyangka kau adalah perempuan murahan seperti ini Christina." Ekspresi Jansen benar-benar terlihat sedih. Dia lalu menunjuk Randika. "Hari masih pagi tapi kenapa kau tega melakukannya dengan orang hina ini!"
"Maksudmu apa hah!" Christina juga ikut marah. Jansen memang orang yang keras kepala dan tak tahu diri, kejadian sekarang tidak ada hubungannya dengan dia. Apa yang sedang dia lakukan adalah haknya.
"Jangan pura-pura kau tidak tahu maksudku. Kau ini guru tahu, pembimbing bibit-bibit negara ini." Jansen lalu menatap Randika dengan tajam. "Dan kau, aku akan memanggil polisi dan menyerahkanmu."
Pura-pura takut, Randika tampak gemetaran. "Apa dia suamimu?"
"Mana mungkin aku mau sama pria macam dia?" Christina mendengus dingin. "Aku sudah mengakhiri hubunganku dengan dia, dia sudah tidak punya hak untuk ikut campur dengan hidupku." Christina lalu menatap Jansen. "Lagipula kenapa kau bisa masuk ke rumahku? Apa yang sedang kulakukan juga bukan urusanmu."
Mantan pacar? Randika merasa ini semakin menarik.