Chapter 116: Aku Tidak Akan Mengintip
Chapter 116: Aku Tidak Akan Mengintip
Posisi Randika dan Viona ini sangat canggung. Meskipun ini adalah perusahaan besar, satu bilik toilet didesain untuk menampung satu orang jadi keadaan mereka berdua bisa dikatakan sangat sempit.
Pada saat ini, keduanya benar-benar berdekatan dan bisa mendengar suara napas masing-masing.
Viona duduk menghadap pintu di pangkuan Randika sedangkan Randika merangkulnya di pinggangnya. Bau harum dan kelembutan kulit Viona benar-benar bagaikan ekstasi bagi Randika. Apalagi salah satu tangannya itu sedang beristirahat di paha putih Viona.
Benar-benar perasaan yang nyaman baginya.
Mendengar napas Randika, Viona sedikit tersipu malu. Namun, dia merasakan bahwa napas Randika semakin keras dan tangan Randika perlahan mulai bergerak, benar-benar tidak bisa diam.
"Ran" Viona berkata dengan suara pelan.
Randika tersenyum dan berbisik pada telinganya. "Tenanglah, mereka tidak akan menemukan kita di sini."
Pada saat ini, terdengar suara besi dari sabuk yang menatap lantai. Orang di samping bilik ternyata buang air besar.
Setelah itu, tidak butuh waktu lama untuk mencium aroma tidak sedap dan suara bom terjatuh.
Mendengar suara air yang keras itu, Randika tidak tahu harus tertawa atau menangis. Wajah Viona semakin merah dan perasaan aneh mulai muncul di dalah hatinya.
Tangan Randika tidak berhenti sama sekali dan meraba-raba tubuh Viona. Viona hanya bisa menggigit jarinya, takut suara desahannya itu terdengar.
Dua orang yang di luar tidak selesai-selesai dan masih saja berbincang-bincang. Mereka terus menceritakan keseharian mereka yang penuh warna.
"Hei, sabtu malam nanti kau mau ke bar untuk bersenang-senang?"
"Hahaha, kau tahu kalau aku tidak bisa bukan? Macan di rumahku bisa mengamuk dan aku bisa-bisa tidur di teras." Temannya itu langsung tertawa lebar.
Bersamaan dengan tawa itu, suara air diguyur terdengar. Setelah itu mereka berjalan keluar sambil terus tertawa.
Akhirnya aku bebas!
Viona menghela napas lega. Ketika dia hendak keluar, terdengar suara orang berjalan masuk dan membuka pintu kamar mandi ini.
"Kau tidak perlu khawatir." Randika berbisik di telinga Viona sambil menyuruhnya duduk lagi.
"Ran, aku sedang buru-buru." Wajah Viona sudah benar-benar merah, perasaannya benar-benar sudah bercampur aduk antara malu dan kebelet.
"Tunggulah sebentar, mereka seharusnya akan pergi sebentar lagi." Randika berusaha menenangkan.
Namun, mereka terlupa dengan bilik samping mereka. Sekarang setelah dia selesai, dia mengguyur dan keluar. Setelah itu dia menyapa temannya yang sedang pipis di luar. Lagi-lagi mereka harus menunggu kedua orang itu.
Byur!
Setelah suara urinal itu terguyur terdengar, kedua orang itu meninggalkan kamar mandi sambil terus bercanda.
"Nah, cepat keluar sekarang!" Randika berbisik pada Viona, seharusnya sekarang kamar mandi cowok ini sudah kosong.
Viona dengan cepat berdiri dan hendak membuka pintu bilik toiletnya. Tetapi, suara pintu kamar mandi itu terbuka lagi dan beberapa orang terlihat memasuki kamar mandi ini.
Viona sudah benar-benar ingin menangis. Mengapa pagi hari banyak orang yang ke kamar mandi? Biasanya yang pergi berbondong-bondong adalah perempuan, dia sama sekali tidak tahu ternyata laki-laki juga sama dengan perempuan.
Randika tidak berdaya, dia memangku Viona lagi.
"Ran, aku sudah tidak tahan." Viona berbisik padanya sambil merasa malu.
"Kalau begitu, lakukanlah di sini." Kata Randika dengan nada serius.
"Ah?" Viona tersipu malu. Melakukannya di sini? Di hadapan orang yang dia suka?
Gila! Tidak akan!
"Jangan khawatir, aku tidak akan mengintip." Ekspresi Randika terlihat tulus, meskipun dari luar saja dia terlihat tulus.
"Perlu aku menutup mata atau aku menghadap pintu saja?" Kata Randika.
Viona masih merasa ragu, kejadian ini benar-benar memalukan kalau benar-benar terjadi. Tetapi, dia tidak bisa menahan pipisnya lebih lama lagi.
Beberapa orang memasuki kamar mandi ini lagi, suara dan tawa mereka seakan tidak akan pernah berhenti. Bisa dikatakan bahwa dirinya terjebak di dalam bilik selama beberapa menit lagi.
Viona sudah tidak tahan, seharusnya dia tidak minum sebanyak itu sebelum ke sini.
"Tutup matamu dan berdirilah menghadap pintu." Kata Viona.
Ini benar-benar memalukan.
Randika dengan cepat berdiri dan menutup matanya. "Jangan khawatir Vi, jika kamu belum selesai aku tidak akan bergerak sama sekali."
Melihat Randika mematuhi kata-katanya dia sendiri, Viona dengan cepat membuka risleting dan mengangkat dudukan toiletnya.
Sudah terlambat untuk menyesal, Viona menutup matanya dan duduk di toilet.
Randika yang menutup matanya justru membuat indera pendengarannya lebih tajam. Dia sebentar lagi akan mendengarkan air mancur itu keluar dan dia sudah bersiap-siap membayangkan posisi dan wajah Viona seperti apa sekarang.
Namun, kenapa dia merasa bersalah?
Tetapi, Randika tidak mendengar suara air keluar sama sekali. Dengan nada bingung, Randika bertanya. "Vi, kau baik-baik saja?"
"Aku aku tidak bisa melakukannya." Suara Viona seperti orang yang mau menangis.
"Sudah tenang saja, jangan terlalu tegang seperti itu." Randika masih tidak menoleh. "Sudah lepaskan saja, aku tidak lihat apa-apa kok."
Meskipun suara di luar semakin sedikit, orang-orang baru akan kembali meramaikan kamar mandi cowok ini.
Viona yang berkonsentrasi itu semakin gugup mendengar orang-orang itu. Semakin dia memikirkannya, semakin dia tidak bisa melakukannya. Namun, tubuhnya tidak bisa menahan perasaan ingin buang air kecilnya ini.
Randika tidak membuatnya buru-buru, dia hanya berdiri dengan tenang. Masalah seperti ini perlu sebuah ketenangan.
Mendengar tidak ada orang lagi di luar, Viona bernapas lega. Suara air mancur itu akhirnya terdengar.
Mendengar suara air mancur itu, otak Randika langsung membayangkan muka malu Viona yang terlihat imut itu.
Setelah beberapa detik, suara air mancur itu berhenti. Viona sudah membuka matanya dan mengintip sosok Randika yang berdiri di depannya. Sepertinya dia tidak menoleh sama sekali. Entah kenapa dia menyukai sifat jentelmen Randika ini.
"Ran aku sudah selesai." Viona sudah kembali memakai celananya.
Randika menoleh dan melihat wajah merah Viona itu. Dia lalu mengingat gambaran Viona yang pipis tadi dan tidak bisa menahan dirinya. Dia segera mengangkat dagu Viona dan menciumnya.
Hm!!
Viona terkejut tetapi tidak melawan. Perasaan nyaman ini dirindukan olehnya.
Tetapi, suara orang cuci tangan tiba-tiba terdengar dan mereka berdua langsung tersadar.
Viona sudah tidak bisa menatap wajah Randika saking malunya. Setelah mendengar tidak ada orang, Randika keluar dari bilik toilet dan mengatakan dengan pelan. "Aku akan keluar dulu, setelah aku memastikan tidak ada orang barulah keluar."
Viona mengangguk.
Tidak lama kemudian, Randika memperhatikan sekelilingnya dan melihat sudah tidak ada orang di sana. Randika lalu memanggil Viona agar segera keluar.
Melihat Viona yang lari terbirit-birit menjauhi dirinya membuat Randika tidak bisa berhenti tersenyum. Masih pagi tetapi dia sudah mengalami kejadian menyenangkan, apakah hari ini adalah hari keberuntungannya?