Chapter 125: Berselancar
Chapter 125: Berselancar
Setelah menelepon beberapa orang dan mentransfer uangnya ke rekening Randika sebanyak 150 juta, Randika pergi meninggalkan Slamet seorang diri. Sekarang, Slamet bisa menghela napas lega. Setelah menghapus keringat dinginnya, dia bersumpah tidak akan mengganggu Randika lagi.
Perasaan ngeri ini baru pertama kali dia rasakan selama hidupnya dan dia tidak mau merasakannya lagi.
.......
Setelah beristirahat sendiri di kamarnya, Randika mengajak Inggrid untuk berselancar keesokan paginya.
"Benar-benar pemandangan indah!" Randika menatap sekumpulan perempuan muda yang berlarian menuju ombak sambil membawa papan selancar mereka.
Randika mengangguk puas. Bikini dan dada yang gondal-gandul itu membuat pagi harinya menjadi indah. Belum lagi, dia menunggu momen di mana mereka membutuhkan bantuannya.
"Sudah melihat perempuan cantik lainnya?" Inggrid yang ada di samping Randika berkata dengan nada dingin. Melihat mata Randika yang ke mana-mana itu, Inggrid hanya bisa menghela napas.
"Sebenarnya mataku selalu tertuju padamu sayang. Tidak ada keindahan di dunia ini yang bisa mengalahkan kecantikan istriku yang tercinta."
Tanpa menunggu lama, wajah Inggrid benar-benar menjadi merah. Malas mendengar kata-kata manis Randika, Inggrid meninggalkan Randika dan menuju pinggir pantai.
Melihat bikini Inggrid yang super ketat itu, Randika menghela napas. Kenapa istrinya memakai yang seseksi itu? Bagaimana kalau ada orang yang menggodanya?
"Ran, ayo kita juga pergi!" Randika akhirnya tersadar dari linglungnya itu satelah Viona menghampirinya.
"Tentu saja, aku akan mengajarimu bagaimana caranya berselancar." Kata Randika sambil tertawa.
Hari ini Viona memakai bikini warna kuning. Benar-benar memikat mata, khususnya betapa besar dadanya itu!
Menyadari tatapan panas Randika, Viona dengan cepat tersipu malu. Namun, alih-alih kabur dan melarikan diri, Viona justru membusungkan dadanya. Hal ini membuat dadanya nampak lebih besar lagi.
Mulut Randika sudah belepotan air liur. Ya ampun, kenapa dia merasa bahwa Viona tambah besar? Hari ini dada Viona benar-benar luar biasa!
"Ayo cepat!" Para perempuan lainnya juga menerjang maju ke arah ombak dengan gembira.
Randika lalu menyusul mereka bersama Viona, dia takut kalau berlama-lama berduaan dengan Viona maka insting laki-lakinya akan membuat dirinya lepas kendali.
Meskipun masih pagi ombak di laut ini tergolong banyak, cocok untuk berselancar. Terlebih, ombak-ombak di laut ini tergolong besar. Jadi jika orang awam yang berselancar maka mereka akan kesusahan.
Pada saat ini, sudah banyak orang berkumpul di laut ini. Beberapa dari mereka terlihat mempunyai keahlian, tetapi setelah berdiri di papan seluncur mereka selama beberapa detik, pada akhirnya mereka juga terjatuh.
"Wow, liat itu Ran! Orang itu jago ya." Viona memperhatikan seorang laki-laki yang sedang berselancar dengan indah. Orang itu berhasil mengatasi ombak besar yang ganas itu dengan mudah, jelas terlihat bahwa dia bukan orang awam.
Hmm? Aku juga jago berselancar lho. Apa kamu mau melihatnya?" Tanya Randika.
"Benarkah? Kamu juga bisa berselancar?" Viona terlihat kaget.
"Hahaha tidak ada di dunia ini yang tidak bisa aku lakukan. Tunggulah di sini, aku akan memperlihatkanmu keahlianku." Kata Randika dengan penuh percaya diri.
Karena kebanyakan orang belum bisa berselancar, Viona dan teman-temannya berlatih di pinggir pantai. Meskipun begitu, suasananya tetap heboh. Randika lalu berenang menjauh dan mendekati ombak.
Ketika melihat ombak datang, Randika mulai berdiri di atas papannya dan bergerak mengikuti ombak.
"Wow! Randika memang hebat!" Viona, yang dari awal memperhatikan Randika, menjadi bersemangat ketika melihat Randika berdiri di atas papannya.
Randika menyadari tatapan Viona dan tersenyum kecil. Cuma ombak kecil gini apa susahnya coba?
Ketika ombak makin besar, Randika mulai berenang mendekatinya. Sekarang, ada beberapa orang yang mengikuti dirinya.
Posisi mereka yang berdampingan berdiri di tengah ombak ini menjadi tontonan orang-orang. Mereka mengira bahwa mereka yang berselancar itu sedang berlomba.
Ketika ombak yang dinaikinya itu membesar, bagian bawah ombak mulai mengancam para peselancar ini. Randika dengan sigap menyesuaikan tubuhnya dan berhasil berdiri dengan stabil. Dia mengikuti ombak bersama para saingannya itu.
Namun, ombak ini tidak berhenti begitu saja. Di belakangnya, ada ombak lagi yang berusaha menghantamnya dari belakang.
"Kau pasti bisa!" Viona semakin bersemangat menyoraki Randika. Tatapan mata orang-orang juga semakin bersemangat melihat mereka. Melihat ombak yang menyusul itu, mereka merasa bahwa akan ada beberapa yang jatuh.
Ketika ombak susulan itu menghantam, Randika sudah siap dan bersiaga.
Ombak itu berhasil menenggelamkan mereka semua, para penonton berteriak histeris melihatnya. Namun, pada saat-saat terakhir, terlihat 3 sosok peselancar yang berhasil keluar dan berdiri di papan mereka.
Awalnya ada 5 orang yang berselancar dan sekarang tersisa 3. Kedua peselancar lainnya sudah tersapu ombak dan tersingkir dari perlombaan ini.
Tatapan mata orang-orang sekarang jatuh pada Randika dan dua orang lainnya. Pada saat yang sama, ombak mulai naik lagi. Kali ini, ombak benar-benar tinggi. Meskipun masih sedikit jauh, ombak itu sudah mencapai 2 meter tingginya. Namun, Randika dan kedua orang lainnya berhasil berdiri di papan mereka di tengah-tengah ombak tersebut. Yang mengejutkan adalah mereka tidak turun-turun, melainkan ombak itu semakin tinggi.
"Ah!" Semua yang menonton mereka mulai berteriak histeris. Mereka melihat ombak yang dinaiki ketiga peselancar itu mencapai 3 meter dan masih belum terlihat akan turun.
Pada saat ini, ketiga orang ini terlihat hebat menguasai ombak yang ganas itu. Namun, hanya menaiki ombak dan berdiri diam bukanlah gaya Randika. Dia lalu bermanuver dengan papannya.
"Wow!" Viona benar-benar terpukau, Randika memang hebat!
Pada saat yang sama, salah satu peselancar itu kehilangan keseimbangan dan jatuh ke air. Meninggalkan Randika dan seorang peselancar sendirian.
Randika masih merasa bahwa ombak ini masih belum ada tanda-tanda untuk turun jadi dia memutuskan untuk pergi ke puncak ombak.
Dan akhirnya ombak itu akan jatuh!
Ketika Randika sudah mencapai puncak, ombak itu mulai turun dengan cepat.
Para penonton mulai menahan napas mereka, ombak yang turun itu bagaikan air bah yang siap menghantam siapapun yang ada di bawah lajunya.
Namun, pada saat-saat seperti inilah kehebatan dan kemampuan peselancar diuji.
Randika lalu mencondongkan tubuhnya agar menurunkan titik pusat gravitasinya. Ketika ombak itu menghantam ke bawah, lawan dari Randika nampak tidak bisa mempertahankan keseimbangannya.
Dalam sekejap, orang tersebut tercebur dan jatuh dari papannya.
Bagaimana dengan Randika?
Seluruh orang bertanya-tanya apakah Randika berhasil melewati ombak besar tersebut atau tidak. Kemudian, Randika terlihat baik-baik saja dan masih berdiri di atas papannya selagi ombak membawanya.
Melihat hal ini, para penonton bersorak dan bersemangat melihat Randika.
"Wow! Hebat sekali!" Para perempuan dari kantornya terlihat bertepuk tangan. Mereka tidak menyangka bahwa Randika memiliki keahlian berselancar yang luar biasa.
Randika kemudian berenang bersama papannya hingga ke pinggir pantai. Di sana dia sudah dikerubungi oleh perempuan-perempuan cantik.
"Hai tampan, mau ajari aku tidak?"
Melihat kemunculan para perempuan ini, Randika menjadi besar kepala. "Maaf, aku sudah punya pacar."
Melihat Randika yang menolak mereka secara langsung, para perempuan ini pergi dengan hati yang kecewa.
Satu per satu perempuan yang mendekatinya dia tolaki dan akhirnya Randika berada di samping Viona.
"Bagaimana? Aku keren bukan?"
"Sangat keren!" Viona bertepuk tangan dengan gembira.
"Kalau begitu, aku akan mengajarimu secara cuma-cuma." Kata Randika sambil tertawa.
Tentu saja Viona mengangguk dengan cepat. Kemudian Randika membawa Viona ke perairan yang lebih dalam.
Pertama-tama, kau perlu belajar cara berdiri di atas papanmu. Sekarang coba kau tiduran dulu di papanmu." Kata Randika.
Viona menuruti setiap kata yang diucapkan Randika.
Randika sendiri sedang berjuang menahan diri, pantat Viona benar-benar menggoda!
"Uhuk! Kalau begitu, coba kamu berenang di atas papanmu ini. Setelah itu aku akan membetulkan posturmu."
"Oke." Viona segera melakukannya.
"Ah! Salah, seharusnya seperti ini." Randika lalu memegang pinggang Viona yang ramping itu. "Tubuhmu harus tetap tegak selama kamu berenang."
Wajah Viona sedikit merah, tangan Randika yang ada di pinggangnya ini benar-benar membuatnya mengingat masa-masa mereka di rumahnya. Terlebih lagi, bagaimana bisa dia berenang jika Randika terus-menerus memegangi dirinya!
Sedangkan Randika sendiri, dia sedang asyik menikmati situasi ini sampai-sampai lupa bahwa dia menahan Viona.
"Vi, sekarang justru kakimu yang bermasalah. Kakimu tidak boleh bergerak sama sekali. Coba kamu berenang lagi selagi aku menahan kakimu." Randika berpindah ke paha mulus Viona.
Wajah Viona semakin merah, tapi dia sama sekali tidak mengatakan tidak pada Randika. Justru dia sendiri menikmati momen intim ini.
"Oh? Vi, apa kamu gendutan?" Randika meremas-remas paha milik Viona. Dia merasa bahwa pahanya semakin besar.
"Ah? Masa?" Viona terkejut. Dia percaya diri dengan tubuh yang dimilikinya. Bagaimana mungkin dia tambah gemuk?
"Yah maksudku kamu lebih berisi daripada dulu. Tapi tidak apa-apa, justru seperti ini aku lebih suka." Kata Randika sambil tersenyum.
Wajah Viona semakin merah, dia lalu menetapkan tekad di dalam hatinya. Setelah liburan ini selesai, dia harus berdiet dan berolahraga untuk menjaga bentuk tubuhnya. Dia tidak boleh membiarkan Randika membencinya gara-gara dia bertambah gemuk.
Setelah setengah jam, tidak ada kemajuan di pembelajaran Viona. Selama ini Viona cuma belajar cara berenang dengan tiduran di papan sambil terus-terusan dipegang oleh Randika. Untungnya, para perempuan lainnya datang untuk membantu Viona.
Randika secara otomatis melepaskan tangannya dan bermain aman.
Waktu memang cepat berlalu kalau sedang senang, itulah yang dirasakan Randika yang dikelilingi wanita-wanita cantik. Tanpa sadar, waktu sudah berlalu 2 jam sejak mereka datang di pantai ini.
Semuanya mulai capek dan lapar.
"Hei, ayo kita keluar dan nyari makan." Saran salah satu orang.
"Ayo!" Dengan cepat beberapa perempuan menyetujui saran tersebut.