Chapter 127: Masih Berani Melawan?
Chapter 127: Masih Berani Melawan?
"Hahaha kalian tadi lihat wajahnya seperti apa?"
Selama mereka berjalan, para perempuan ini masih mengobrol dengan semangat. Mereka membahas ekspresi malu dan ketakutan lelaki yang meminta maaf pada mereka.
"Pak Randika memang luar biasa! Omong-omong apakah kamu sudah memiliki pacar?" Tatapan mata Bella penuh dengan makna. Dia seakan bertemu dengan pangeran berkudanya.
Mendengar pertanyaan ini, perempuan yang lain mulai tertawa. Namun, Viona dan Inggrid memiliki ekspresi yang berbeda. Hati Viona mengepal sedangkan Inggrid terbatuk keras tanpa henti.
"Ah! Bu Inggrid kau tidak apa-apa?" Bella bertanya pada Inggrid.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Aku hanya tersedak saja." Kata Inggrid sambil tersenyum.
Randika sendiri bingung harus berkata apa, pertanyaan ini benar-benar susah dijawab.
"Hahaha." Randika hanya tertawa lalu menambahkan. "Rahasia."
Entah kenapa Viona merasa kecewa dengan jawaban Randika. Sedangkan Inggrid hanya menatapnya dengan tajam. Hubungan mereka berdua sepertinya belum terekspos ke publik. Meskipun rumor sudah tersebar di perusahaan, hal tersebut masih belum ada kepastian.
"Ah! Dari jawaban bapak yang ragu-ragu itu pasti ada ya!" Bella terlihat kecewa. "Sayang sekali, aku padahal tertarik dengan bapak."
"Aku juga mau!" Teriak salah satu dari mereka. "Aku juga ingin jadi pacar pak Randika."
Para perempuan ini bagaikan serigala mengelilingi ayam, Randika benar-benar dibuat terpojok.
......
Saat ini hari sudah berganti menjadi siang, mereka semua telah makan dan berganti baju. Karena besok pagi mereka harus pulang, hari ini merupakan hari terakhir mereka berjalan-jalan.
Tentu saja, mengingat hari ini adalah hari terakhir mereka bebas, para perempuan tentu harus belanja!
Mendengar kata belanja, hati Randika mengepal. Stamina perempuan saat berbelanja sangatlah kuat sampai-sampai bisa dibilang mengerikan. Bahkan seorang Ares pun sangat malas ketika menemani perempuan belanja.
Randika mencari-cari alasan untuk kabur saat mereka masih makan siang. Tetapi dia tidak menyangka akan ditanya oleh bawahannya itu. "Pak Randika mau ikut?"
Bahkan sebelum Randika menjawab, Inggrid berkata dengan santai. "Tentu saja dia ikut, dia tidak punya kegiatan apa-apa."
Karena istriku sudah berkata demikian, mana mungkin dia kabur?
Usut punya usut, akhirnya Randika menemani para perempuan berbelanja.
Jalanan di pulau kura-kura ini sangat bersih dan suasana meriah selalu memenuhi jalanan selama 24 jam.
Karena pulau ini terkenal akan lautnya tentu saja aksesoris, baju, celana dll bernuansa laut. Dan juga, harga mereka jauh lebih murah daripada di kota Cendrawasih!
Sambil melihat kanan-kiri, mereka menelusuri kota kecil ini.
"Wah, toko ini barangnya bagus-bagus! Ayo masuk!"
"Ayo, ayo!" Semua perempuan terlihat antusias ketika masuk ke toko souvenir itu. Randika, tentu saja, tidak tertarik dan menunggu di luar.
Setelah beberapa saat, para perempuan itu keluar dan berjalan kembali ke toko lainnya. Sedangkan Randika? Dia mengekori mereka dan membawakan barang belanjaan mereka dengan wajah suntuk.
Inilah yang dia takutkan ketika menemani perempuan belanja, benar-benar neraka!
"Bawain ini." Pada saat ini, Inggrid keluar dari toko, memberikan tas barang belanjaannya dan berjalan kembali ke toko lainnya tanpa menoleh ke arah Randika. Randika hanya bisa melihat senyuman kecil di wajah Inggrid.
Kesempatan bagus untuk memanfaatkan Randika tentu tidak akan disia-siakan oleh Inggrid!
Karena biasanya dia telah dipermainkan Randika, sekarang gilirannya untuk memainkan dirinya!
Randika hanya bisa melongo dan mengekori para perempuan ini.
Suasana belanja ini tetap meriah, para perempuan ini tidak ada capek-capeknya mengunjungi satu per satu toko. Ketika mereka hendak masuk, seorang lelaki menghentikan mereka.
"Hei kakak-kakak cantik, aku punya sesuatu yang bagus nih. Coba dilihat dulu." Kata orang dengan nada manis.
"Apa itu?" Beberapa orang mulai penasaran.
Lelaki itu mengeluarkan kotak kayu kecil dari balik bajunya. Dan ketika dia membukanya, itu adalah sebuah kalung kecil.
"Apa itu?" Bella penasaran.
"Kalian tahu ketika perahu VOC Belanda masih berlayar, salah satu dari kapal mereka yang sedang membawa barang-barang berharga tenggelam di laut sekitar sini." Lalu lelaki itu menunjuk kalung tersebut. "Inilah salah satu dari barang berharga tersebut!"
"Aku sedang kesusahan dan membutuhkan uang dengan cepat jadi aku menawarkan harta karun ini pada kakak-kakak cantik ini. Dari penampilan kalian, aku menduga bahwa kalian bisa membeli harta karun ini dengan mudah."
Randika menyaksikan sandiwara lelaki itu dengan tatapan dingin. Benar-benar menyedihkan.
Para penipu jaman sekarang benar-benar semakin ahli.
Kalung itu benar-benar kecil, bahkan bagian perhiasannya terlihat sekali bahwa itu kaca. Seharusnya barang itu tidak lebih dari 20 ribu rupiah.
"Aku rasa kita tidak mampu membeli barang semewah itu." Jelas Bella dkk tidak akan tertipu dengan mudah.
"Aku rasa kalian tidak mengerti arti dari kalung ini." Kata lelaki itu. "Dikatakan bahwa kapal yang karam itu membawa banyak barang berharga untuk dibawa kembali ke negara asalnya. Benda ini benar-benar memiliki nilai sejarahnya."
"Kalau aku tidak butuh uang, aku tidak akan menjualnya. Jika kalian memberikan aku satu juta maka barang ini milik kalian." Lelaki itu terlihat pura-pura menyesal, dia berusaha membangun koneksi.
Mendengar kata 'nilai sejarah', beberapa mulai tertarik tetapi sekaligus ragu. "Satu juta benar-benar terlalu mahal."
"Kalau begitu, kalian ingin harga berapa? Aku sedang butuh uang cepat, kalau kalian menawarnya terlalu jauh maka aku akan mencari orang lain."
Ketika Viona melihat kalung itu, dia juga ingin membelinya. Ayahnya yang menyukai benda-benda sejarah mungkin akan senang.
"Tapi hargamu benar-benar terlalu mahal, aku harap kau bisa menurunkannya." Kata Viona.
Lelaki itu melihat ketertarikan Viona terhadap kalungnya, dengan cepat dia mengatakan. "Kalau begitu, bagaimana kalau 900 ribu? Aku tidak bisa menurunkannya banyak-banyak."
"Masih terlalu mahal." Viona menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu 800." Lelaki itu memalingkan wajahnya, seakan tidak rela menjualnya. "Maaf itu batasku."
"Kau bercanda? 800 ribu buat barang rongsokan itu?" Pada saat ini Randika buka suara. "Kalung itu benar-benar cuma sampah yang kau pungut bukan?"
"Tega-teganya kau berkata seperti itu? Ini adalah kalung yang didapat dari kapal yang karam beratus-ratus tahun yang lalu, mana mungkin benda ini tidak mahal?" Lelaki itu marah.
"Jika itu adalah benda peninggalan sejarah, maka itu tidak apa-apa." Randika menggelengkan kepalanya.
"Maksudnya pak Randika barang ini palsu?" Para perempuan ini terkejut mendengarnya.
"Tentu saja palsu, coba perhatikan. Karena kalung itu berada di laut selama ratusan tahun, kenapa tidak ada tanda-tanda berkarat? Terus perhatikan bagian perhiasannya, jelas-jelas itu kaca. Berharga dari mana coba?"
Mendengar kata-kata Randika itu, lelaki itu merasa nasibnya sial.
"Ternyata kau mau menipu kami!" Para perempuan ini menjadi marah.
"Hei maksudmu apa? Orang sedang nyari sesuap nasi malah kau permalukan?" Lelaki itu mendatangi Randika sambil marah-marah. Karena identitasnya terbongkar, dia sudah tidak peduli dengan para perempuan itu.
"Lha aku cuma mengatakan apa adanya, memangnya salah?" Randika menatap penipu ini.
"Oh? Sok bijak ternyata kamu?" Wajah lelaki itu menjadi hitam kelam.
"Teman kami tidak salah, dia hanya memperingatkan kami untuk tidak membeli barang palsumu itu. Seharusnya kau yang kami laporkan pada polisi karena berusaha menipu kita." Seru salah satu perempuan.
"Hahaha, memanggil polisi?" Lelaki itu tersenyum. "Aku rasa itu percuma, semua polisi di pulau ini adalah kawanku. Lagipula, kalian tidak akan pergi ke mana-mana sebelum membeli kalung ini!"
"Kau mengancam kami?" Semuanya menjadi marah.
"Di pulau ini, tidak ada bisnis yang tidak berada di bawah kendaliku." Tatapan orang itu menjadi bengis. "Aku bisa membuat kalian semua diusir dari toko-toko dan tidak akan ada tempat yang menyambut kalian dengan ramah."
"Kau menjual barang palsu pada kami, memangnya siapa yang mau beli?" Bella mengamuk.
Randika juga berkata dengan nada serius. "Aku juga bisa memberikanmu pilihan, kau ingin kaki atau tanganmu patah atau kau sekarang pergi dan tidak mengganggu kami."
"Kau berani mengancamku?" Lelaki itu tertawa dan menepuk tangannya 2x. Tiba-tiba, beberapa pria kekar dengan wajah bengis muncul dari samping dan berjalan mendekati Randika. Mereka menatap tajam pada Randika.
"Masih berani melawan?" Kata lelaki itu sambil tertawa.
"Tentu saja, kumpulkan semua orang-orangmu dan majulah bersamaan." Kata Randika sambil tersenyum.
Randika lalu menaruh barang belanjaannya, maju ke depan. Sambil menatap para pria kekar itu, dia mengacungkan jempolnya ke bawah.
Arogan!
Para preman ini jelas terprovokasi oleh Randika dan sudah tidak sabar melumatnya. Mereka akan menghajar Randika hingga tidak berbentuk dan menikmati jarahannya.
Kelima pria kekar itu menerjang ke arah Randika bersamaan. Si penipu tadi sudah tertawa keras, menunggu bawahannya itu selesai bekerja. Tetapi, ekspresi penipu ini segera berubah hanya dalam 10 detik.
Randika masih berdiri dengan wajah datar dan mencekik salah satu preman itu. Randika sama sekali tidak bergerak, dia membiarkan lawan-lawannya mendekatinya.
Dua preman lainnya terlihat sudah melayangkan pukulan ke arah wajahnya dan kedua lainnya berusaha mengitarinya dan menyerang dari belakang.
Setelah melempar orang yang dia cekik, Randika dengan cepat meninju kedua preman yang di depan hingga pingsan.
Sedangkan kedua preman yang berada di belakangnya, mereka hanya sempat melihat teman mereka tergeletak sebelum akhirnya rasa sakit menghilangkan kesadarannya.
Sambil membersihkan debu di tangannya, Randika berjalan pelan menuju si penipu.
Penipu ini menggosok-gosok matanya, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kelima bawahannya yang kuat itu meringkuk tidak sadarkan diri di tanah.
Apa yang sudah terjadi?
Melihat Randika yang semakin mendekatinya, penipu ini terus berjalan mundur hingga menabrak dinding.
DUAK!
Randika menampar dinding sampingnya sambil tersenyum. "Hahaha, masih berani melawan kah kamu?"
"Maafkan aku! Aku tidak akan berani menipu orang lagi."
"Oh? Semua sudah terlambat." Dengan cepat Randika memukul penipu itu hingga pingsan. Untuk memberinya pelajaran, Randika menusukan jarum akupunturnya secara diam-diam dan membuat sensasi digigit semut pada orang ini selama 1 bulan.
Untuk orang tidak tahu diri semacam ini, Randika benar-benar tidak memberi ampun.
"Wah pak Randika memang tampan!" Beberapa perempuan menyoraki dan terpukau oleh Randika.