Chapter 2: Kehidupan Baru Telah Dimulai!
Chapter 2: Kehidupan Baru Telah Dimulai!
Kota Cendrawasih selalu bermandikan cahaya matahari yang hangat dan terkadang awan akan menutup teriknya matahari. Tentu saja bagi sebagian besar orang, hari ini juga sama indahnya dengan hari-hari biasanya. Tapi bagi Randika, hari ini adalah lembaran baru dalam hidupnya.
Bagaimana tidak? Karena hari ini dia sudah resmi menikah dan terlebih lagi, dia mendapatkan wanita yang sangat cantik sebagai istrinya. Menilik keseharian Randika sebelum-sebelumnya, tentu hari yang seperti ini hanyalah mimpi baginya.
Tetapi bagi Inggrid Elina, hari ini adalah wujud dari mimpi terburuknya.
Bagaimana tidak? Karena hari ini dia telah menikah dengan orang kalangan kelas bawah dan terlebih dengan orang yang sekasar dan tidak tahu malu seperti Randika.
Sebelum memenuhi persyaratan yang diberikan pihak peminjam yaitu menikah dengan Randika, Inggrid sudah menyelidiki sendiri siapa calon suaminya itu. Dengan sumber daya dan jaringan Perusahaan Cendrawasih, hal tersebut sangatlah mudah. Dari hasil penyelidikannya, Randika adalah seorang anak yatim jadi tidak ada keluarga maupun saudara yang bisa membocorkan masalah ini ke publik. Dengan ini, salah satu kekhawatiran terbesar Inggrid telah hilang.
Namun, hal yang paling membuat mimpi buruknya ini lebih buruk lagi adalah salah satu syarat yang diajukan oleh Randika yaitu tinggal di rumahnya selama masa kawin kontrak mereka berlangsung.
Setelah mendapatkan sertifikat menikahnya, mau tidak mau Inggrid membawa Randika kembali ke rumahnya.
Di dalam mobilnya, Randika bertingkah layaknya anak kecil yang kegirangan. Dia bermain-main dengan radio dan lebih kekanak-kanakannya lagi, dia menaik turunkan jendela berkali-kali lalu akhirnya menjulurkan kepalanya keluar. Apabila orang melihat mereka, entah apa yang akan dikatakan oleh Inggrid untuk menjelaskan situasi ini. Untungnya, perjalanan mereka tidak terlalu menarik perhatian orang dan akhirnya mereka tiba di suatu perumahan elit.
Perumahan Pondok Sempurna adalah salah satu kawasan elit di Kota Cendrawasih. Di sinilah rumah Inggrid berada bersamaan dengan orang-orang kaya lainnya. Setelah sampai di sarang cintanya, Randika segera keluar dari mobil dan memandang takjub pada rumahnya yang begitu besar.
"Hei! Jangan keluar dulu dari mobil, kita belum masuk ke dalam rumah. Aku tidak mau wajahmu dilihat orang-orang di sekitar sini."
Setelah memarkirkan mobilnya, barulah mereka berdua memasuki 'sarang cinta' mereka.
Terpukau dengan besarnya rumah ini, Randika langsung bertingkah seperti anak kecil yang antusias dan sudah tidak sabar untuk menjelajahi rumah ini untuk mencari harta karun. Kalau bukan karena omelan Inggrid, mungkin Randika sudah berkeliling sungguhan.
Ingin menghindari mata yang mungkin saja mengintainya, Inggrid segera membawa suaminya itu ke dalam rumah dan mengantarnya ke kamarnya. Melihat kamar yang luas dan tempat tidur yang besar dan terlihat empuk, membuat Randika secara tidak sadar membandingkannya dengan tempat tinggal sewaannya yang menyedihkan. Oleh karena itu, dia segera melompat ke atas kasur dan merasakan keempukan bagai awan yang tidak pernah dia rasakan.
"WOW! Empuk sekali! Aku belum pernah merasa senyaman ini di kasur." Kata Randika sambil terus melompat-lompat di atas kasurnya.
Semua tindakan Randika hanya dilihat oleh Inggrid tanpa sepatah kata pun. Dia hanya memegang erat sertifikat pernikahan yang digenggamnya sejak tadi. Dia lalu berpikir dalam hati, 'Tenangkanlah dirimu Inggrid, pada akhirnya ini sepadan. Dengan menunjukan sertifikat ini kamu akan mendapatkan uang dalam jumlah yang sangat besar!'
"Ibu Ipah, aku akan keluar sebentar. Tolong perhatikan laki-laki ini sementara waktu."
Ibu Ipah adalah pembantu keluarga Inggrid sejak dulu. Bisa dikatakan bahwa dialah yang mengasuh Inggrid sejak kecil. Mungkin karena tinggal bersama dengan keluarga elit sejak lama, Ibu Ipah ini terlihat sehat dan energik meskipun penampilan usianya terlihat seperti 50an.
Dengan senyuman di wajahnya, Ibu Ipah menyetujui permintaan nona mudanya. Setelah dijelaskan oleh nona mudanya mengenai identitas lelaki ini, Ibu Ipah menelan dalam-dalam pendapatnya dan hanya bisa mengikuti pengaturan majikannya. Dia tidak percaya bahwa nona mudanya yang sering menolak lelaki tampan dan berpengaruh dari seluruh negeri ternyata akan menikahi lelaki biasa seperti ini.
Setelah nona mudanya turun kembali dan hendak menuju mobilnya, Ibu Ipah masih tetap tinggal di kamar Randika yang baru. Melihat Randika yang bertingkah seperti anak kecil entah mengapa membuat dirinya tersenyum.
Jelas terlihat bahwa lelaki ini pastilah bukan dari kalangan orang elit dilihat dari tindakan maupun barang bawaannya yang dia bawa. Tapi cinta itu buta, setidaknya itulah yang diyakini oleh Ibu Ipah. Dia tidak menilai orang dari seberapa besar kekayaan yang orang miliki, mungkin orang ini telah mencuri hati nona mudanya berkat ketulusan hatinya ataupun hal lainnya. Oleh karena itu, dia tidak boleh merendahkan dan memperlakukan orang ini secara berbeda.
Setelah memperhatikan beberapa saat, Ibu Ipah mengatakan, "Permisi tuan, hari sudah menjelang siang dan sebentar lagi waktunya makan. Apakah ada yang ingin Anda makan? Aku akan memasak apa pun yang Anda inginkan."
Setelah mendengar kata makan, telinga Randika bergerak dan kepalanya langsung berputar. Meskipun terlihat malu-malu Randika akhirnya mengatakan, "Hmmm Ibu Ipah, mungkin ini adalah pertemuan pertama kita tapi kedepannya kita akan hidup bersama dan aku tidak melihatmu sebagai pesuruh ataupun pelayan namun sebagai keluarga. Tidak usah terlalu sopan apabila berbicara denganku. Untuk makan siangnya, apakah ibu bisa membuatkanku rawon? Aku sangat suka dengan daging dan rawon adalah makanan kesukaanku."
Mungkin apabila Inggrid mendengar kata-katanya ini dia akan mengomel lama. Hidup bersama? Hei kamu itu akan keluar dalam 3 bulan, bisa-bisanya kamu mengatakan seolah-olah kamu akan tinggal di sini selamanya!
Tetapi Ibu Ipah yang mendengar perkataan Randika sedikit terharu dalam hatinya. Senyuman segera menjulang di wajahnya, "Oke nak Randika, aku paham. Ibu mau keluar sebentar untuk pergi belanja sebentar ya. Jadi jangan terlalu nakal dan merepotkan nona."
"Oke ibu jangan khawatir. Dan jangan lupa beli yang banyak ya dagingnya, aku sangat lapar dan bisa menghabiskan 10 kg nasi sekali makannya hahaha."
Sambil tersenyum lagi, Ibu Ipah segera pergi. Randika pun segera menata kembali barang-barangnya di kamar barunya.
Setelah beberapa saat dan memastikan ruangannya tidak ada orang, dia kemudian menyalakan komputer yang ada di dalam kamarnya.
Setelah menjelajah internet dan memastikan salurannya aman, Randika memasuki sebuah website anonim yang memungkinkannya untuk mengobrol ataupun panggilan video tanpa terlacak. Setelah itu dia menelepon sebuah user ID dan setelah beberapa saat, panggilannya pun diangkat.
Namun bukan wajah seseorang yang terlihat namun sebuah dada yang bagai gunung dan hampir memperlihatkan kedua pucuknya yang menyambut Randika. Sebagai lelaki yang sehat, Randika tidak bisa melepaskan pandangannya pada pandangan indah ini sebelum akhirnya memarahi perempuan tersebut. Segera setelah itu, pemandangan indah itu berubah menjadi sosok seorang gadis berambut pirang yang cantik.
"Wah sayangku Randika, akhirnya kau menghubungiku setelah sekian lama. Apakah akhirnya kau kangen kepadaku setelah sebulan menghilang?" Suara perempuan ini sangat ceria dan dia fasih berbahasa inggris.
"Ssttt Yuna, bisa kau kurangi volume suaramu? Aku tidak mau suamimu mendengar aku telah menghubungimu." Balas Randika dengan bahasa inggrisnya yang tidak kalah hebat.
"Hmmm perkataanmu barusan terdengar ambigu. Lupakanlah, bagaimana kabarmu adik ipar? Apakah kau baik-baik saja?"
"Adik ipar? Aku kakaknya tahu!"
Mendengar balasan Randika, Yuna pun tertawa terbahak-bahak. Melihat Yuna yang begitu liar ketika tertawa membuat Randika tidak bisa tidak menghembuskan napas.
"Bisa-bisanya adikku menikah denganmu."
"Kenapa kamu terdengar seperti menyesal begitu? Apa kau menyesal tidak bisa bersamaku? Kalau mau kamu sama adikku saja, namanya Aline. Dia masih muda dan bujang, kalau kamu mau aku akan mengirimnya ke kasurmu dan akan kubuat dia tidak bisa menolakmu dengan ramuan obatku."
"Kamu tidak mendengar apa yang barusan kau katakan? Bisa-bisanya seorang kakak menjual adiknya seperti itu. Aku benar-benar heran kenapa adik harimau bisa memilihmu sebagai pasangannya."
"Yah dia aslinya tidak sekuat dirimu, orang yang kusuka sebenarnya adalah kamu lho Randika. Sejak malam kau mengajarkanku betapa jantannya seseorang lelaki padaku, aku menyadari bahwa selama ini aku sudah jatuh cinta padamu. Bagaimana? Mau aku ceraikan saja adikmu dan kita bisa melanjutkan malam bergairah itu? Apakah kamu suka roleplay? Aku mau kok jadi pelayan dan kamu menjadi majikanku, pasti kehidupan seharian kita akan dipenuhi hal-hal menggairahkan." Yuna mengatakan semua hal ini dengan mata yang dipenuhi oleh nafsu dan napas terengah-engah. Di akhir kalimatnya pun dia menjilat bibirnya seolah-olah menemukan hidangan lezat.
"Ha? Malam yang mana? Aku cuma menyelamatkanmu dari kejaran para pembunuh itu saja bukan? Bisa-bisanya kamu salah kaprah seperti itu?"
"Yah setidaknya aku berusaha lagipula aku tahu bahwa cintaku padamu cuma sepihak kok jadi tidak ada salahnya mencoba. Tapi serius Randika, adikku sangat cantik dan masih berusia 18. Tubuhnya lebih berkembang dari punyaku dan terlebih dia belum pernah bersama seorang laki-laki."
Mendengar kata-kata Yuna, membuat Randika membayangkan hal-hal yang aneh di kepalanya. Mungkin orang-orang tidak tahu tetapi daya imajinasi Randika sangatlah tinggi jadi dia bisa membayangkan bagaimana paras adik Yuna tersebut.
"Tolong Yuna, bisa kita serius sedikit? Aku benar-benar butuh bantuanmu." Khawatir orang-orang pada kembali ke rumah, Randika meminta Yuna untuk fokus pada perbincangan mereka yang asli.
"Oke, oke, ternyata kamu tidak cuma ingin ngasih kabar. Apakah ada yang bisa hamba bantu tuan?" Walaupun kata-katanya sedikit bercanda, ekspresi Yuna menjadi lebih serius karena mungkin Randika dalam keadaan berbahaya.
"Aku butuh ramuan X, stok persediaanku hampir habis. Bisakah kamu mengirimnya dari markas?"
Mendengar hal ini, wajah Yuna menjadi putih pucat dan memberikan tatapan tidak berdaya.
"Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau terluka? Jangan bergantung terhadap ramuan X itu terus-terusan Randika, ramuan tersebut memiliki dampak tersendiri pada tubuhmu. Kamu harus bisa mengendalikannya tanpa ramuan ini." Yuna benar-benar terlihat serius.
"Jangan khawatir. Aku membutuhkan ramuan tersebut untuk sementara waktu saja. Pada akhirnya aku akan mencari solusi tepatnya karena Indonesia terkenal akan alamnya dan aku yakin bahwa ilmu pengetahuan obatku akan membantuku menemukan solusi yang tepat.
"Baguslah kalau begitu. Memang Indonesia terkenal akan produk alamnya yang penuh khasiat. Untuk masalah ramuan X akan aku atur agar bisa mengirimkannya padamu."
.
Setelah selesai berbicara dengan Yuna, Randika segera mengambil sebuah botol kecil dari tasnya. Tanpa ragu, dia langsung menghabiskannya dalam sekali teguk.
Setelah meminumnya, wajahnya mulai berkedut, tangannya segera mencengkram dadanya erat-erat seakan-akan dia terkena penyakit jantung. Keringat mulai membasahi seluruh tubuhnya dan napasnya terengah-engah. Sesekali dia akan mengerang teredam berusaha tidak membuat suara yang terlalu keras agar tidak diketahui oleh orang yang ada di rumah.
Lima menit kemudian, perlahan Randika mulai tenang kembali dan tubuhnya benar-benar basah oleh keringat. Apabila orang melihatnya sekarang mungkin mereka akan mengira bahwa Randika telah kecebur kali.
"Sialan, tidak meminumnya selama 10 hari efeknya sangat keras terhadap tubuhku. Kalau tidak segera menemukan solusinya mungkin aku tidak akan bertahan lama."
Randika yang sudah tenang kembali segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya dan memakai baju baru untuk bersiap makan siang.
.
Pada saat ini, Inggrid telah tiba di suatu kediaman besar. Kalau orang melihatnya dengan seksama, maka tempat ini pastilah kediaman orang penting karena ketatnya penjagaan yang ada.
Inggrid pun diantar menuju suatu ruangan bawah tanah yang gelap. Setelah itu dia hanya berdiri diam di depan seseorang dan memberikan sertifikat pernikahannya.
"Aku sudah memenuhi pengaturanmu untuk mendapatkan sertifikat pernikahan dengan pria itu. Sekarang, waktumu untuk memenuhi janjimu."
Setelah mengatakan ini, figur orang tersebut berbalik dan berkata melalui topengnya, "Kerja yang bagus, sekarang ikutilah bawahanku dan kamu akan menerima uangmu senilai 300 miliar tersebut."
Walaupun sosoknya menyeramkan, suara yang terdengar adalah suara perempuan dan suara yang keluar dari balik topeng itu agak suram sehingga orang akan merinding ketika mendengarnya.
"Setelah aku menerima uangku, aku akan pergi dan aku harap kita tidak akan bertemu lagi." Selama hidupnya, Inggrid jarang takut terhadap orang tetapi hari ini entah kenapa dia takut terhadap sosok bertopeng ini. Insting wanita ini mengatakan bahwa orang ini berbahaya dan dia ingin segera pergi.
"Baiklah, ikutilah bawahanku dan dia akan menunjukan di mana uangmu."
Setelah Inggrid Elina pergi, sosok perempuan bertopeng ini segera masuk ke sebuah ruangan yang ada di baliknya.
Setelah masuk ke ruangan tersebut, wanita itu melepas topengnya dan sosok wanita muda berusia sekitar 20 tahun dengan wajah mungilnya dapat terlihat dengan jelas. Namun, tatapan matanya sedikit mengkerut ketika dia melihat ke sebuah sudut ruangan yang gelap.
"Pergilah dan katakan kepada Tuan Bulan Kegelapan bahwa fase pertama bisa dimulai."