Chapter 31: Diam! Ada Seseorang di Luar!
Chapter 31: Diam! Ada Seseorang di Luar!
Malam hari.
Ketika Randika kembali ke rumah, dia menyapa Ibu Ipah dan langsung menuju ke toilet yang ada di lantai 2.
Ketika dia membuka pintu tersebut, dia malah melihat sesosok orang yang sedang duduk mengamati dirinya.
Randika tertegun. Inggrid memakai baju putih transparan, celana dan celana dalamnya dia gulung hingga ke kaki. Kaki dan paha yang putih itu nampak indah sekali. Namun sayang, pemandangan 'gua' tertutup oleh kausnya.
Inggrid sendiri juga tertegun. Dia tidak menyangka Randika akan membuka pintu toilet tersebut.
Dua orang ini saling bertatapan dan masing-masing juga tidak mengatakan apa-apa.
Sesaat kemudian, Inggrid membuka mulutnya dan terlihat sudah siap berteriak sekuat tenaga. Teriakannya ini pasti akan terdengar hingga ke pelosok rumah.
Randika yang melihat Inggrid hendak berteriak, mengerti bahwa dirinya dalam situasi berbahaya. Apalagi suara langkah kaki Ibu Ipah terdengar dari belakang.
Dalam sekejap, tubuh Randika bagai panah melesat. Sesaat sebelum teriakkannya itu keluar, Randika berhasil menutup mulut Inggrid.
"Ah!"
Saat suara teriakan itu keluar, itu tidak lebih dari suara kicauan burung. Inggrid segera memberikan tatapan mematikan ke Randika sambil terus meronta-ronta dan berteriak.
"Sssttt!" Randika menyuruh Inggrid diam.
Namun yang lebih mengejutkan lagi, Inggrid tiba-tiba menutup mata Randika dengan tangannya.
Posisi mereka saat ini sangat canggung. Tangan kanan Randika menutup mulut Inggrid dengan rapat, sementara Inggrid sendiri menutupi mata Randika dengan tangannya. Randika sekarang tidak bisa melihat dan Inggrid tidak bisa bersuara.
Mata cantik Inggrid sudah lama terpenuhi oleh api kemarahan, Dasar pria tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia aji mumpung ketika aku tidak bisa bergerak bebas?
"Diamlah, Ibu Ipah ada di bawah." Bisik Randika.
"Hum."
Inggrid pura-pura tenang dengan cara menghela napas. Tiba-tiba dia menggigit tangan yang menutupi mulutnya itu!
"Ah!"
Randika langsung kesakitan, dia tidak bisa menahan teriakannya. Dia sampai lupa bahwa Ibu Ipah ada di luar.
Inggrid yang sudah terlepas dari jeratan maut Randika masih menatapnya dengan tajam. Randika yang masih kesakitan terkejut melihat bekas gigi yang ada di tangannya itu.
"Memangnya kau anjing?" Kata Randika sambil marah.
"Jangan lihat ke sini!" Inggrid membentaknya sambil menutupi daerah-daerah sensitifnya. "Keluar sekarang juga!"
Randika kemudian melihat Inggrid yang tidak bisa bergerak itu. Kenapa harus keluar, pikirnya.
"Hmm? Kenapa aku harus keluar?" Senyum nakal naik di wajah Randika. "Apakah tidak boleh seorang suami melihat istrinya sedang buang air kecil? Bukankah akhirnya aku akan melihat hal yang lebih memalukan lagi?"
"Mesum!" Inggrid menatapnya tajam. "Jika kau tidak keluar, aku akan memanggil Ibu Ipah!"
Ekspresi Randika terlihat datar, "Kalau begitu aku akan menutup mulutmu lagi. Lagipula, aku tidak terlalu peduli lagi kalau Ibu Ipah datang kalau itu bisa membuatmu lebih bergairah."
Ketika mendengar itu, Inggrid segera mengambil botol sabun di sampingnya dan hendak melemparnya. "Keluar dari sini!"
Randika terkejut, "Oke, oke, aku akan keluar! Jangan melempar barang!"
Ketika Randika keluar dari ruangan tersebut, dia tersenyum pahit. Dia bahkan belum mendapatkan giliran buang air kecilnya.
Untungnya, banyak toilet di rumah ini jadi Randika tinggal milih salah satu yang ada.
Inggrid yang masih ada di dalam toilet sudah meluap-luap. Dalam pikirannya, Randika si bajingan itu pasti sengaja masuk ke dalam toilet ini. Dia tidak sabar menamparnya setelah keluar dari sini.
Ketika dia selesai, Inggrid tidak ingin berurusan dengan Randika lama-lama. Setelah membentaknya beberapa menit, dia langsung masuk ke kamarnya.
Inggrid telah mengalami hari yang melelahkan di kantor, Randika malah memperburuk harinya dengan bertingkah seperti itu. Dia hanya ingin menenangkan diri di kamar, mandi lalu tidur.
Randika juga kembali ke kamarnya. Ketika dia hendak mengontak Yuna, telinganya mendengar sesuatu!
Seseorang membobol masuk rumah ini!
Randika tidak mau memancarkan auranya begitu saja, dia memutuskan untuk mengamati situasi karena dia masih belum tahu apa target orang itu.
Jendela yang ada di lorong lantai 2 itu terbuka dan suara langkah kaki terdengar.
Suara langkah kaki itu pelan tetapi Randika memiliki indera yang super jadi dia bisa mendengar segalanya.
Dari langkah kakinya itu, terdengar menjauh dari kamarnya. Kamar Inggrid pasti menjadi targetnya!
Randika segera mengerutkan dahinya dan melesat cepat menuju kamar Inggrid.
Ketika membuka pintunya, Randika segera memeriksa seluruh ruangan. Tetapi dia tidak dapat melihat siapa-siapa di sana dan jendela kamar Inggrid masih tertutup.
Lampu kamar mandi masih menyala. Pada saat ini, tiba-tiba lampu kamar mandi mati dan suara pintu terbuka terdengar. Seketika itu juga, sebuah panah melesat hendak masuk dari celah pintu tersebut!
Namun, ketika lampu kamar mandi itu mati, Randika sudah melesat duluan ke arah kamar mandi dan menyelinap masuk di detik yang sama saat pintu itu terbuka. Inggrid, yang hanya berbalut handuk, kaget ketika melihat sosok Randika yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Kau." Bahkan sebelum Inggrid selesai ngomong, Randika sudah menggotongnya. Panah itu kemudian menancap di dinding.
"Dasar pria mesum, lepaskan aku!" Inggrid, yang masih belum sadar akan situasinya, meronta-ronta ketika digotong oleh Randika. Pria ini benar-benar berani mengintipnya saat lagi mandi!
"Diam! Ada seseorang di luar!" Kata Randika dengan suara pelan.
Inggrid sedang mandi jadi dia tidak menyadari apa-apa. Saat dia hendak handukan, tiba-tiba lampunya mati oleh karena itu dia berjalan keluar untuk menyalakannya kembali.
Sekarang, hanya ada cahaya dari luar yang menerangi kamar mandi ini. Randika kembali memeriksa seluruh ruangan ini. Ternyata, kunci jendela tepat di luar kamar mandi itu telah dirusak. Tidak ada jejak sepatu di jendela tersebut. Musuh pasti hanya memanfaatkan celah jendela itu untuk mematikan lampu dan menyerang!
Sekarang dia berada di posisi buruk. Dia berada di bawah cahaya bulan sedangkan musuhnya masih bersembunyi di tengah kegelapan.
"Randika aku tidak percaya kau sampai melakukan hal seperti ini. Kau memang pria tidak tahu diri!" Inggrid masih sibuk menutupi tubuhnya, dia tidak percaya sama sekali terhadap kata-kata Randika. "Lepaskan aku!"
Melihat Inggrid yang meronta-ronta, dia memutuskan untuk memeluknya dengan erat dengan wajahnya bersandar di dadanya.
Sebelum ini, Inggrid baru saja selesai mandi dan tubuhnya hanya dililit oleh handuk. Tidak diragukan lagi bahwa aroma yang dipancarkannya sangat harum. Di bawah pelukannya Randika, tubuh montok Inggrid ini terasa empuk. Randika yang masih berpakaian saja tetap bisa merasakan kelembutan Inggrid.
Apalagi Inggrid terus meronta-ronta jadinya handuknya itu semakin lama semakin merosot dan semakin banyak area yang tidak tertutupi.
Randika menghela napas. Inggrid memang wanita luar biasa, dadanya yang besar itu menempel erat di dadanya. Kaki putihnya yang panjang melilit salah satu kakinya dan perutnya yang ramping terasa lembut ketika dia peluk.
Inggrid sudah ingin menangis. Dia merasakan napas Randika yang menggebu-gebu dan ototnya yang kekar itu tetap terasa walaupun dia memakai baju. Apakah kesuciannya hari ini akan hilang? Pria ini memang tidak tahu diri!
"Lepaskan aku! Kalau tidak, aku akan membencimu!" Inggrid semakin keras meronta.
Pada akhirnya Randika tetaplah lelaki sehat. Gerakan meronta Inggrid ini justru memberikan stimulus tersendiri pada dirinya. Dan di situasi menegangkan seperti ini, dia tidak bisa mengendalikan 'adiknya' itu.
"Kau!" Inggrid segera memucat. Dia merasakan ada sesuatu yang mengeras di bagian bawahnya.
"Jika kau terus meronta seperti ini, kita akan mati!" Randika pura-pura marah dan memasang wajah garangnya agar Inggrid tidak memperparah situasi.
Ketika Inggrid melihat ekspresi Randika yang marah itu, dia ketakutan. Dia tidak berani bergerak lagi.
Melihat Inggrid yang sudah tidak melawan dirinya, Randika menghela napas lega. Sekarang konsentrasinya bisa sepenuhnya tertuju pada si penyerang.
Musuh masih belum bergerak kembali. Randika mengintip dari pintu untuk mengamati situasi. Di saat dia melakukannya, ada sesosok bayangan di jendela! Musuh menyadari keberadaan Randika dan langsung memasang penutup wajahnya.
"Awas!" Randika kaget. Dia segera memeluk erat Inggrid dan berguling di lantai. Senjata lempar yang digunakan musuh langsung tertancap di lantai.
Inggrid langsung terbeku. Senjata pembunuh itu tertancap di lantai persis di sampingnya. Randika mengatakan sejujurnya!
Pada saat ini, Randika mengeluarkan keringat dingin. Sepertinya sebuah panah kecil berhasil mengenai bahunya.
"Huahaha!"
Tawa keras dan jahat itu berasal dari pembunuh itu. Senjata yang dia bawa hari ini semua adalah senjata beracun termasuk panah yang menancap di bahu Randika. Riwayat Randika sudah tamat kalau tidak mendapatkan penawarnya.
"Randika! Kau tidak apa-apa?" Tanya Inggrid dengan khawatir. Dia melihat wajah Randika yang dipenuhi keringat dan merasa cemas.
"Tidak apa-apa." Di nada bicara Randika, ada sedikit rasa sakit yang dia tahan.
"Mati kau Ares!" Setelah tawa itu selesai, sejumlah panah beracun kembali mengarah kepada Randika.
"Randika! Tidak!" Inggrid sudah menangis di tahap ini. Bagaimana tidak? Sejumlah panah itu kembali mengenai Randika.
"Hahaha! Dia dijuluki dewa perang tapi dia sama sekali tidak berdaya sekarang. Akan kuakhiri kisah legendamu itu!" Pembunuh ini pun mendekati Randika sambil membawa pisau.
Inggrid, yang masih dipeluk erat Randika walau sudah pingsan, merasa ketakutan melihat pembunuh itu mendekati mereka berdua.
"Randika! Cepat bangun!" Inggrid menggoyang dan menampar Randika tetapi tidak ada reaksi.
Sosok pembunuh itu sudah dekat dan dia mulai mengayunkan pisaunya yang panjang itu menuju kepala Randika!
Tetapi dalam sekejap, Randika membuka matanya, menampar lantai dengan tangannya dan melesat maju menuju si pembunuh!
Pembunuh ini tidak menyangka bahwa Randika masih bergerak dan dia sudah tidak bisa menghentikan serangannya. Randika yang melayang itu segera menendang keras pembunuh itu. Si pembunuh terpental dan memegangi dadanya yang seakan-akan telah dipukul oleh palu.
Sambil terengah-engah, dia menatap Randika dengan muka tidak percaya dan mengatakan, "Kau. Belum mati?"
"Terkejut?" Tenaga dalam Randika sudah bersirkulasi. Panah yang menancap di tubuhnya tiba-tiba terjatuh hanya karena kontraksi ototnya. Bahkan, tenaga dalamnya Randika sudah melindungi dirinya sejak tadi. Hasilnya, panah itu hanya mengenai permukaan kulitnya saja dan tenaga dalamnya menahan laju racun agar tidak bisa menyebar.
Kau pikir salah satu dari 12 Dewa Olimpus bisa dikalahkan hanya dengan beberapa panah beracun?
"Kalau aku tidak pura-pura mati dan keracunan, bagaimana bisa aku membuatmu maju?" Kata Randika dengan santai. "Jika kau terlalu jauh dariku, aku takut aku tidak bisa menangkapmu hidup-hidup."
Randika menghela napas dalam-dalam dan melaju pesat menuju pembunuh itu. Tidak pakai lama, karena sudah tahu misinya telah gagal, si pembunuh itu tidak ragu-ragu untuk segera kabur dari sana. Namun, Randika sudah mengerti niatan musuh dan memblokir pintu keluar.
Tiba-tiba, si pembunuh itu mengangkat tangannya dan sejumlah panah melesat ke arah Inggrid.
Mau tidak mau si pembunuh melakukan tindakan pengecut ini.
Randika tidak memiliki pilihan dan segera berlari menyelamatkan Inggrid. Si pembunuh memanfaatkan kesempatan ini untuk kabur.
Ketika Randika berhasil menyelamatkan Inggrid dan ingin mengejarnya, dia menatap Inggrid yang masih tergeletak di lantai. Dia masih tidak tahu misi pembunuh itu sebenarnya. Kalau misinya adalah Inggrid, dia takut apabila dia mengejar pembunuh itu akan ada pembunuh lain yang menyerang.
Namun jika dia tidak mengejarnya, Randika akan kehilangan informasi berharga mengenai siapa dalang sebenarnya dari kejadian ini. Dari perkataan pembunuh tadi, dirinya merupakan targetnya jadi pembunuh itu adalah petunjuk penting bagi dirinya. Mungkin dia bisa memberikan informasi banyak tentang musuhnya.
Di tengah-tengah keraguannya, terdengar sebuah suara dari pintu luar. "Jangan khawatir tentang keselamatan nona, lakukan apa yang kau lakukan."
Mendengar hal ini membuat Randika bernapas lega, dia lalu berkata pada Ibu Ipah. "Sisanya aku serahkan padamu!"
Setelah mengatakan itu, Randika segera melompat keluar dari jendela dan menjadi serigala yang memburu mangsanya.