Chapter 33: Aku Suka dengan Perempuan yang Lebih Tua
Chapter 33: Aku Suka dengan Perempuan yang Lebih Tua
Sosok perempuan ini langsung jatuh di pelukan Randika. Dia langsung berusaha menopang perempuan ini yang kelihatannya mabuk berat karena kaki perempuan itu terlihat lemas.
Setelah merasakan beberapa detik dada perempuan itu yang menempel di perutnya, Randika segera berusaha membangunkannya. "Hei, hei, bangunlah!"
Perempuan itu mendongak dengan sekuat tenaga dan seketika itu juga Randika terkejut melihat wajahnya.
"Elva?"
"Ah?"
Randika terkejut melihat 'temannya' ini. Elva memakai baju sexy bukan seragam biasanya jadi awalnya dia tidak menyadari ketika dia jatuh di pelukannya. Yang membuatnya heran, salah satu pentolan dunia bela diri seperti Elva mengapa bisa tampak lemah seperti ini?
Elva sendiri merasa familiar dengan muka yang berusaha membantunya berdiri ini.
Sebelum ini, Elva mengalami hari yang buruk dalam pekerjaannya jadi dia datang ke bar untuk mabuk-mabukkan. Tanpa diduga, Elva menjadi sorotan beberapa preman di sana. Elva jelas tidak takut dengan mereka dan berusaha cuek. Tetapi minumannya yang dia minum ternyata telah diberi obat! Ketika obatnya mulai bekerja, para preman itu menghampirinya.
Di bawah pengaruh obat ini, kekuatan Elva menjadi kurang dari 10%. Dia pun berusaha mencari pintu keluar sambil berhadapan dengan para preman tersebut. Yang menerjangnya lumayan banyak dan musik keras serta pencahayaan yang remang membuat dunia di sekitarnya seakan-akan berputar. Setelah berhasil menghajar 2 orang, dia melihat celah dan langsung lari menuju luar gedung. Namun pada akhirnya dia tidak bisa melawan pengaruh obat tersebut dan kehilangan tenaganya saat berjalan di luar.
Ternyata, orang yang dia tabrak itu kebetulan adalah Randika.
Melihat Elva yang aduhai ini, pikiran Randika mulai ke mana-mana. Dia segera menyeret Elva ke tempat aman sambil berpikiran kotor.
Hmmm. Lumayan juga dia! Figur Elva sangat bagus terutama pinggangnya yang ramping yang sedang dia pegang. Pinggangnya terasa halus dan empuk.
Tangan Randika tidak bisa tidak mencuri kesempatan di saat seperti ini, dia meremas dada Elva dan terkejut. "Wah bukannya dulu ini kecil? Ternyata boleh juga punyamu!"
Tangan Randika yang meremas itu tidak bisa menggenggam seluruh dada Elva.
Elva yang pandangannya kabur merasa bahwa dia telah dipegang-pegang oleh orang yang membantunya. Dia tidak menahan rasa amarahnya dan berusaha mengembalikkan pandangannya. Setelah berusaha keras ternyata dia mulai sadar bahwa orang itu adalah Randika.
"Kau! Lepaskan aku!" Kata Elva dengan pelan. Randika masih meremas-remas dadanya jadi desahan Elva ini gara-gara teknik dewanya atau pengaruh obat siapa yang tahu?
"Kalau aku melepasmu, yakin bisa berdiri? Kau akan terjatuh ke tanah." Kata Randika sambil tersenyum. "Yakin ingin aku melepasmu?"
Mendengar ini Elva berusaha menjejakkan kakinya di tanah dan menyadari bahwa dia sudah tidak bertenaga. Jika bukan karena bantuan Randika, dia pasti sudah tergeletak di tanah.
"Kalau begitu, cepatlah pergi dari sini." Kata Elva dengan susah payah.
Randika kembali berjalan lagi. Elva tahu bahwa sekarang waktu adalah kuncinya. Meskipun dia sudah lemas, dia masih bisa merasakan tangan Randika yang nakal itu. "Tolong berhenti menyentuhnya."
Randika tidak terlalu peduli dengannya dan berkata sambil tersenyum. "Aku tidak tahu bahwa kau memiliki tubuh yang bagus apalagi dadamu ini. Aku suka perempuan sepertimu, apakah lebih baik kita menjadi Teman Tapi Mesra (TTM)?"
Kemudian tangan Randika kembali meremas Elva.
"Berani-beraninya kau melakukan ini!" Elva merasa dirinya marah tetapi suaranya begitu pelan jadi ancamannya itu tidak menakutkan sama sekali.
"Jangan malu seperti itu. Baiklah aku tidak menyentuhmu lagi." Kata Randika sambil tersenyum nakal. "Aku sebenarnya suka dengan perempuan yang lebih tua. Tidak peduli aku yang di atas ataupun di bawah, aku bisa menjamin kepuasanmu. Jika kau tidak puas maka kau boleh tidak memanggilku lagi. Jadi bagaimana? Apakah kita TTM?"
Elva kehabisan napas. "Aku tidak sudi berteman denganmu, jika aku sudah pulih akan kupotong tanganmu itu!"
Perempuan ini keras kepala juga, sudah jelas dia tidak bisa apa-apa tanpa bantuanku ini malah dia mengancam memotong tanganku!
"Ulangi lagi tolong, aku tidak mendengarmu." Randika kemudian menempelkan mukanya ke Elva. "Kau suka denganku? Jadi kau mau mengatakan bahwa kau mau menjadi TTM denganku bukan?"
Hati Elva mengepal, dia benar-benar membenci pria ini tetapi dia yang sekarang tidak bisa apa-apa.
Pada saat ini, sekumpulan preman keluar dengan terburu-buru dari pintu samping bar. Mereka segera melihat bahwa mangsanya sedang dituntun oleh seorang pria.
"Kak di depan! Jangan biarkan wanita itu kabur!"
"Hei kau! Berhenti sekarang juga!"
Para preman itu segera mengepung mereka berdua. "Hei kau, wanita itu adalah teman kami."
Randika mengecek situasi sambil terus menuntun Elva. Dia terlihat enggan menyerahkan Elva.
"Kukatakan sekali lagi, tinggalkan wanita itu atau kupatahkan kakimu!"
Randika pura-pura takut, "Tunggu, tunggu, aku hanya menemukan perempuan ini di tanah tadi."
"Aku tidak peduli dengan nasib burukmu ini, karena kau berusaha menyembunyikan wanita kami maka hari ini kau akan mati!"
Preman itu segera mencabut pisaunya dan mengarahkannya kepada Randika.
Randika yang masih sandiwara ini berkata dengan suara pelan kepada Elva. "Bagaimana? Kau masih mau menjadi temanku?"
Elva menatapnya dan tidak menjawab apa-apa. Bajingan ini memanfaatkan situasi ini untuk memerasnya?
"Karena aku baik hati, aku akan memberikanmu 3 detik untuk pergi dari sini atau nyawamu benar-benar akan melayang!" Melihat Randika yang masih tidak lari, preman ini sudah tidak sabar dan mengancamnya sekali lagi.
"Ah!" Randika terlihat buru-buru dan meletakkan Elva di tanah. "Maafkan aku kawan, aku hanya tidak tega melihat perempuan cantik ini tergeletak tadi. Karena dia adalah wanitamu, ambilah kembali."
Setelah mengatakan itu, Randika berbalik dan hendak pergi.
Elva tertegun. Bisa-bisanya pria itu meninggalkan dirinya.
"Kau menyebut dirimu pria?" Teriak Elva dengan sekuat tenaganya.
Randika yang masih membelakangi Elva tersenyum.
Berbalik, Randika berkata pada Elva. "Jadi kau sepakat?"
"Apa yang kita sepakati?" Elva terlihat bingung.
Randika pura-pura terlihat malu dan mengatakan, "Aku suka dengan perempuan yang lebih tua, jadi aku ingin menjadi TTM denganmu."
Elva benar-benar kehabisan kata-kata dan para preman itu lebih terkejut lagi. Pria ini masih sehat?
"Cepat pergi atau kubunuh kau!" Preman itu mengancam kembali.
Randika masih tidak mendapatkan jawaban dari Elva jadi dia hanya berdiri diam. Melihat Elva tidak menjawab, dia segera berbalik dan berniat untuk pergi.
"Oke Aku setuju." Kata Elva dengan suara pelan.
Randika langsung tersenyum lebar. "Bagus! Aku tahu bahwa kau pasti setuju denganku."
Lalu sambil disaksikan oleh para preman itu, Randika berjalan kembali ke Elva, mengambilnya, dan berjalan meninggalkan lokasi.
Kau pikir kami pajangan? Para preman ini baru pertama kali melihat pria yang benar-benar ingin mati.
"Berhenti kau bajingan!" Para preman itu segera mengepung Randika dan mengatakan, "Aku tidak peduli kau ini bodoh atau tidak, segera berikan wanita itu padaku atau kami akan membunuhmu!"
Randika tampak bingung, "Kalian tadi tidak dengar?"
"Dengar apa?"
"Perempuan ini setuju berteman denganku." Randika kemudian menatap mereka dengan tatapan dingin. "Jadi perempuan ini adalah milikku."
"Mati saja kau!" Para preman sudah kehabisan kesabaran. Mereka menerjang maju hendak membunuh Randika.
Namun Randika masih terlihat tenang dan tidak melepaskan Elva sama sekali. Dia hanya tertawa pahit ketika melihat para preman itu menerjang maju.
Dengan mengandalkan satu sisi tubuh saja, Randika memukul dan menendang mereka hingga terpental. Elva kemudian dia lempar ke atas sesaat sedangkan Randika memanfaatkan momen ini untuk menghajar mereka. Di saat Elva kembali jatuh, Randika menangkapnya dan menggendongnya dengan kedua tangannya.
Sekarang Elva berada di pelukan Randika dan Randika memintanya untuk berpengan erat di lehernya. Randika lalu menangkap menangkap salah satu pisau dan mundur selangkah.
Pisau yang digenggamnya segera dia lempar dan menancap di salah satu preman. Orang tersebut langsung terkapar di tanah.
Kemudian Randika mengayunkan Elva dan membuat kakinya melayang. Kaki indahnya itu mengenai wajah salah satu preman dan akhirnya terpental.
Randika lalu mengangkat kakinya dan menendang musuh yang ada di depannya.
Dalam sekejap, seluruh preman itu terkapar sedangkan Randika masih menikmati pelukan Elva.
Randika lalu mengerutkan dahinya. Tidak jauh dari tempat dia berdiri, salah satu preman berniat kabur. Tiba-tiba Randika mengambil salah satu pisau yang ada di tanah dan melemparnya dengan kuat. Gagang pisaunya itu mengenai kepala orang yang hendak kabur itu.
"Jika salah satu dari kalian berani kabur dariku, jangan salahkan aku apabila pisau yang kulempar berikutnya menancap di kepala kalian." Teriak Randika. Seluruh preman yang terkapar ini gemetar ketakutan. Orang yang mereka hadapi bukan orang biasa dan mereka tidak bisa apa-apa. Bisa-bisanya mereka bertemu orang seperti ini?
Elva yang masih berada di pelukan Randika masih dalam posisi setengah sadar. Yang dia tahu hanyalah Randika telah menyelamatkannya.
"Sekarang aku akan memberikan kalian tiga detik." Teriak Randika. "Dalam hitungan ketiga, aku akan meminta kalian semua berdiri!"
"Satu!"
Para preman ini takut terhadap Randika dan dengan cepat mereka berdiri.
"Dua!"
Randika lalu berkata dengan nada mengancam, "Jika kalian tidak berdiri di hitungan ketiga, akan kupatahkan kaki kalian."
Para preman yang masih ragu-ragu untuk menuruti perintah Randika langsung berdiri tanpa banyak bicara.
"Bagus!" Randika mengangguk puas. "Sekarang kalian semua lepaskan baju dan celana kalian!"
"Ah?" Para preman ini tampak seperti orang bodoh. Lepas baju dan celana? Apa mereka tidak salah dengar?
"Jangan membuatku mengatakannya lagi! Cepat lepas!" Tatapan mata Randika kembali memancarkan aura membunuhnya.
Melihat tatapan mata ini, para preman ini ketakutan dan mulai melepas baju dan celana mereka.
Tidak lama kemudian, para preman ini berdiri hanya dengan celana dalam mereka.
Elva segera memalingkan wajahnya, tidak mau melihat pemandangan buruk ini.
"Lepaskan sisanya." Kata Randika dengan santai.
"Ah?" Kali ini para preman ini ragu-ragu. Bertelanjang di tengah jalan? Di mana mereka akan menaruh harga diri mereka setelah ini?
Di saat mereka ragu-ragu, Randika mengambil salah satu pisau di tanah dengan kakinya dan menendangnya. Pisau itu melesat di antara para preman ini dan tertancap di tembok hingga gagangnya saja yang tersisa.
Apa-apaan barusan!?
Semua preman ini terkejut dan mulai melepas celana dalam mereka satu per satu.
Dalam sekejap para preman yang ditakuti masyarakat sedang berdiri telanjang di tengah jalan.
Randika mengangguk puas dan mengatakan, "Sekarang, aku ingin kalian berdiri di samping."