Legenda Dewa Harem

Chapter 390: Pertarungan di Kuil



Chapter 390: Pertarungan di Kuil

Selama perjalanan, mobil Randika sama sekali tidak peduli dengan lalu lintas. Orang-orang hanya dapat melihat bahwa sebuah mobil melaju sangat kencang seperti sedang kesurupan, benar-benar menakutkan.

Randika sama sekali tidak menginjam rem. Bahkan jika dia dikenal sebagai drift king, dia masih tidak bisa menghindari kecelakaan jika melaju kencang seperti ini. Tetapi mau tidak mau dia harus mengambil resiko ini karena terbatasnya waktu.

Di sisi lain, Dion sudah mengutus pasukannya untuk menyusul Randika menuju kaki Gunung Batu Jaya. Batch pertama telah berangkat, kemudian para pentolan lainnya seperti Singa, Serigala, Jin segera menyusul.

Kecepatan mobil Randika benar-benar cepat, dia sekarang sudah berada di pintu keluar kota. Dalam sekejap, dia sudah memangkas banyak waktu dengan menerobos lampu merah dan menyalip mobil-mobil.

.......

Kaki Gunung Batu Jaya.

Sebuah mobil yang melaju dengan cepat segera berhenti di tempat ini. Mobil itu mengerem sekuat tenaga sampai mengeluarkan suara berdecit yang keras.

Randika dengan cepat keluar dari dalam mobil, dia menyadari bahwa bis yang dinaiki oleh Hannah dkk terparkir di dekatnya. Tetapi, semua orang tidak ada di dalamnya.

Sepertinya Tom membawa mereka ke sebuah jebakan di dalam hutan, benar-benar rencana yang sempurna! Randika berharap bahwa dia dapat datang tepat waktu.

Dengan baju ala kadarnya, Randika mulai menjelajahi hutan dan menuju ke tempat Hannah berada.

Tidak lama kemudian, Randika menemukan tempat wisata di tengah-tengah hutan. Kuil berdiri dengan gagah meskipun telah ditelan oleh waktu, pemandangan di sekitarnya juga terlihat indah dan nyaman. Ini merupakan lokasi wisata yang biasanya dituju oleh orang-orang, tetapi Randika tidak dapat menemukan siapa-siapa di sini.

Setelah menyisir tempat ini sekilas, Randika terkejut bahwa dia menemukan banyak tas yang ditinggal. Tas-tas tersebut berisikan makanan, minuman dan HP.

Melihat hal ini, hati Randika makin menggelap. Sepertinya Tom sudah mengawali kisah balas dendamnya dan menyandera semua orang.

Tanpa ragu-ragu, Randika masuk ke dalam kuil.

Pada saat ini, Tom duduk sendirian di tengah-tengah kuil.

Dia duduk dengan mata tertutup, sepertinya dia sedang bermeditasi. Di depannya, sebuah dupa menyala dan menyebarkan bau dupa yang khas.

Tetapi, asap yang dikeluarkannya bukanlah warna putih, anehnya warnanya adalah coklat kehitam-hitaman.

Tom terlihat sendirian, tidak ada jejak Hannah dan teman-temannya sama sekali di ruangan ini.

"Karena kita sudah ada di sini, kenapa kamu masih malu-malu dan bersembunyi seperti itu?"

Tiba-tiba, Tom berkata dengan nada suara yang datar. Dia melihat ke arah pintu yang terbuka sedikit itu sambil tersenyum hangat.

Randika berjalan perlahan keluar dari persembunyiannya dan menatap Tom. Wajahnya yang tersenyum itu memiliki kedinginan yang tersembunyi.

"Jangan melihatku seperti itu." Kata Tom sambil tersenyum. "Mereka semua belum mati."

"Anak ketiga dari keluarga Alfred, Tom." Randika berkata secara perlahan, tatapan matanya setajam bilah pedang.

"Oh?" Tom mengangkat alisnya, dia lalu berkata sambil tersenyum. "Tidak heran kamu bisa menemukan identitasku yang asli. Jika kamu tidak bisa menemukannya, bukankah itu mencoreng nama Ares?"

Mereka tidak berbicara lagi. Suara angin di hutan menyisir seluruh kuil ini dan berhembus ke arah mereka.

Selain baju mereka yang tertiup, asap dupa juga tertiup dan terbakar lebih hebat daripada sebelumnya.

"Apa kamu menungguku?" Tanya Randika.

"Tentu saja." Tom masih tersenyum, senyumannya sehangat matahari. "Aku akan membuatmu melihat kematian mereka."

"Apakah kamu yang bertarung denganku tadi malam?"

"Nyaris saja kamu berhasil menangkapku." Tom sedikit tertawa.

"Aku berhasil melukaimu, tetapi" Tatapan mata Randika semakin tajam.

"Tentu saja kamu melakukannya, coba lihatlah." Tom perlahan mengangkat tangan kanannya dan perlahan melepas sarung tangan sintesisnya. Hati Randika langsung mengepal, itu luka yang dia berikan kemarin pada si pembunuh abnormal.

Ini benar-benar kelalaian dari Randika. Sebagai orang yang atletis, tidak mungkin seorang pria bisa memiliki tangan yang selembut itu.

Tom masih mempertahankan senyumannya, tetapi senyumannya yang sekarang mengandung kedinginan sedingin salju.

"Aku pernah mengatakan bahwa aku akan menginjakmu seperti semut." Kata Tom dengan santai.

"Itulah yang dikatakan ayahmu sebelum dia meninggal." Randika mendengus.

Perlahan senyuman Tom itu menghilang, samar-samar wajahnya memancarkan aura kebencian dan kemarahan.

"Sebelum ayahmu, adikmu bernama Hans sama belagunya dengan kamu. Pertama kali aku bertemu dengannya, aku menghancurkan testisnya. Pertemuan kedua aku mencabut nyawanya karena masih berani melawanku."

Randika menceritakan semua ini seakan-akan hendak memprovokasi. Dan provokasinya berhasil karena senyuman Tom menghilang sepenuhnya. Dari arahnya, aura membunuh mulai menyelimuti dirinya dan kesuraman seperti di dalam foto mulai tampak dengan jelas.

"Tetapi ayahmu adalah yang paling bodoh di antara kalian. Berkali-kali dia berhadapan denganku, dia masih saja tidak mengerti tempatnya. Aku terpaksa membunuhnya dan membunuh 70 anggota keluargamu yang lain. Kuakui, aku sedikit bersemangat ketika mematahkan leher mereka." Wajah Randika benar-benar datar, seolah-olah pembunuhan ini adalah hal yang wajar.

Ekspresi Tom kembali menghitam, dia hampir di ambang batasnya!

Namun, tiba-tiba dia tertawa dengan liar, dia mengeluarkan sebuah topeng dari balik punggungnya. Topeng tersebut adalah topeng setan yang dia pakai kemarin malam.

"Meskipun itu adalah rumah yang sudah lama kutinggalkan, pada akhirnya itulah rumahku yang sebenarnya." Kata Tom sambil melihat topengnya. "Karena kamu menghancurkan keluargaku, aku akan menghancurkanmu."

"Aku akan membunuhmu dan mencincang semua organum!" Tom memakai topengnya itu lagi. Dalam sekejap, napas dingin keluar dari balik topeng, lebih dingin daripada salju.

Randika mendengus dingin, dia sudah menyebarkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuhnya dan berlari menuju Tom. Kemarin malam dia berusaha menyembunyikan identitasnya, sekarang kenapa dia masih bersikeras memakai topengnya?

Tidak masalah, aku akan tetap membunuhmu!

Tom berlari dan Randika mengikutinya, sekarang mereka berdua berada di luar kuil, di halaman kuil yang sunyi dan tenang.

Namun pada saat ini, Randika dapat merasakan bahwa tenaga dalam di dalam tubuhnya itu menegang. Seolah-olah mereka menahan aliran darahnya dan mencegah ototnya untuk berkontraksi. Tubuhnya perlahan menjadi lemas.

Apa yang terjadi?

Hati Randika mengepal, kenapa di saat-saat penting seperti ini justru tubuhnya bermasalah?

Namun dia tidak bisa memikirkan hal ini lama-lama, Tom saat ini sudah menerjang maju.

Sebelumnya, serangan Tom sangat mudah untuk dihindari oleh Randika. Tetapi karena sekarang tenaga dalamnya terkuras dan tubuhnya menjadi kaku, menghindar bukanlah sebuah pilihan.

Pukulan demi pukulan datang bertubi-tubi pada Randika.

Tangan kiri Randika bahkan nyaris tidak bisa berdiri, di bawah serangan Tom, tubuhnya makin lama makin lemas.

Ekspresi Tom di bawah topeng makin menyengir. "Kenapa? Cuma segini kekuatanmu?"

Randika mengulurkan tangan kanannya dengan sekuat tenaga, telapak tangannya dan tinju Tom bertemu di udara. Ketika dia berusaha menangkap dan mencengkeram erat tinju Tom tersebut, Randika benar-benar tidak punya kekuatan dan kecepatannya benar-benar lambat.

"Jadi ini Ares sang Dewa Perang?" Tom tertawa keras. Dia melarikan diri dari cengkeraman Randika dan memberi Randika sebuah tendangan tepat di dadanya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.