Chapter 5: Hanya Kamu Sendirian?
Chapter 5: Hanya Kamu Sendirian?
Hari sudah gelap. Lampu-lampu setiap rumah sudah mulai menyala semua. Orang-orang mulai mengantuk dan beristirahat di kamar mereka masing-masing. Inggrid pun tidak luput dari hal ini. Hari ini dia merasa lebih lelah daripada biasanya. Bisa dikatakan bahwa beberapa hari ini adalah hari-hari yang sangat melelahkan dalam hidupnya.
Namun dari balik semua kegelapan yang hening ini, sebuah sosok manusia dapat terlihat sedang berdiri diam di sebuah atap rumah. Dia bukanlah maling pakaian dalam yang tidak bisa turun, dia tidak lain adalah Randika. Randika terlihat seperti serigala kesepian yang sedang mengawasi teritorinya. Setelah beberapa saat, dia melesat dan menjauh dari kediaman Inggrid.
Di belakangnya, dari balik bayangan pula, beberapa sosok mulai mendekatinya secara perlahan dan diam-diam.
Namun setelah beberapa saat, tiba-tiba Randika berhenti dan mengatakan, "Keluarlah, aku tahu kalian sudah mengikutiku."
Randika yang sudah bergerak bagai angin telah bergerak sejauh 1 km hanya dalam 1 menit. Dia telah berhasil memancing mereka ke tempat yang sepi.
Setelah beberapa saat, beberapa sosok berbaju hitam keluar dari balik bayang-bayang.
Melihat penampilan mereka, Randika mengatakan, "Kalian Mafia Italia?"
Para orang berbaju hitam ini saling memandang satu sama lain. Mungkin mereka tidak mengira bahwa dalam sekali tatapan mata, identitas mereka akan terbuka begitu saja.
Dengan satu anggukan kepala dari pemimpin mereka, para pembunuh dengan baju serba hitam ini segera mengeluarkan senjata mereka dan menerjang Randika.
Bagi pembunuh profesional, yang paling penting hanyalah keberhasilan misi mereka. Mereka tidak akan peduli mau identitas mereka ketahuan ataupun kedatangan mereka sudah diketahui. Kesalahan apa pun bisa diampuni apabila misi utama mereka telah berhasil. Apalagi dalam misi mereka terdapat faktor X yang bisa membuat misi mereka tidak berjalan mulus contohnya saja adanya keterlibatan pihak ketiga ataupun misi yang dilaksanakan di luar teritori mereka.
Hanya karena Randika berhasil mengetahui identitasnya, hal ini tidak membuat mereka ragu untuk menuntaskan misi mereka.
Randika yang melihat formasi dan kecepatan mereka segera menganalisa daya tempur musuh. Mereka jelas bukan orang sembarangan. Lawannya kali ini adalah Mafia Italia yang dipimpin oleh 12 kepala keluarga. Konon, 1/2 Italia telah menjadi milik mereka baik itu di jajaran politik maupun hukum. Karena mereka telah repot-repot mengirim pembunuh mereka ke Indonesia, tentulah yang dikirim bukanlah orang sembarangan.
Persenjataan para pembunuh ini terbilang lengkap. Ada yang memakai pedang, pisau dan tongkat logam. Semua senjata tersebut memancarkan kilau dingin dan aura membunuh.
Dalam sekejap, sebuah bayangan sudah berada di depan Randika sambil menggenggam erat pedangnya. Pedang tersebut mengarah kepada perutnya. Apabila orang yang berdiri di posisi Randika adalah seorang prajurit terlatih pun, mungkin dia sudah berdoa dan meminta maaf atas dosa-dosanya kepada Yang Maha Kuasa.
Serangan pertama lawan telah dilancarkan!
Randika yang sudah mengalami ratusan pertarungan menghadapi serangan ini dengan kepala dingin. Dia segera mengelak dari tusukan orang tersebut dan menendang orang tersebut hingga terpental jauh.
Orang tersebut berguling-guling di tanah namun segera bangkit kembali. Anehnya, dia seakan tidak merasakan tendangan keras Randika. Tidak mempedulikan debu dan darah yang ada di wajahnya, pria ini segera menerjang kembali pada Randika.
Randika merasa ada yang aneh. Seharusnya tendangannya itu sudah mematahkan beberapa tulang musuhnya. Akhirnya dia tersadar sesuatu. "Hmm.. Obat penguat ya? Kalian meminumnya sampai-sampai menghilangkan saraf sakit kalian? Sudah kuduga bahwa mafia Italia bukan orang sembarangan, kalian pasti sudah mempersiapkan semua ini sejak lama!"
Tidak ada penjelasan lain terhadap situasi musuhnya ini. Mereka bahkan tidak memancarkan rasa takut, rasa sakit, ataupun emosi-emosi lainnya ketika orang bertempur dengan nyawa sebagai taruhannya.
Melihat hal ini, Randika segera memasang kuda-kuda bertarungnya. Dia tahu bahwa pertarungan ini akan berlangsung sengit dan dengan banyaknya orang yang ada, dia tidak boleh mengendurkan kewaspadaannya.
Dugaannya betul. Musuh yang sarafnya sudah mati rasa ini segera menerjang Randika secara bersamaan dengan formasi menyerang mereka yang terpadu. Randika hanya bisa bertindak defensif.
Tapi defensif belum tentu tidak bisa menyerang. Di sela-sela menangkis serangannya, Randika akan memberikan serangan balasan yang cukup fatal seperti mengincar dada ataupun perut lawannya. Dengan menghancurkan beberapa tulang, keefektifan serangan musuh akan berkurang setidaknya 20% sehingga Randika bisa mengikis perlahan kekuatan musuh.
Setelah beberapa menit bertukar serangan, Randika merasa ada yang aneh dengan serangan musuh-musuhnya ini. Seakan tujuan mereka bukanlah membunuh dirinya melainkan mengulur waktu dan menghabiskan stamina dirinya.
Apakah orang-orang ini menyadari bahwa ada kekuatan misterius di tubuhnya? Apakah mereka ingin membuat dirinya lepas kendali? Memikirkan kelemahannya ini, Randika mau tidak mau harus menyelesaikan hal ini dengan cepat. Tidak ada cara lain selain membunuh mereka.
Tapi bagaimana bisa? Mereka bergerak dalam formasi dan kecepatan mereka juga tidaklah biasa. Terlebih, Randika tidak membawa senjata jadi membunuh mereka terbilang agak sulit.
'Oke, fokuslah terhadap satu orang dulu, rebut senjatanya dan perlahan kurangi jumlah musuh' pikir Randika
Trang!
Randika berhasil menangkap satu orang dan membuat pisau yang digenggamnya jatuh. Setelah membanting lawannya, Randika segera mengambil pisau tersebut dan menikam lehernya.
Satu orang terbunuh.
Namun Randika tidak bisa menikmati momen kemenangannya ini. Ketika dia mencabut pisaunya, dia sudah menerima tendangan yang datang dari punggungnya.
Apabila ini hari-hari sebelumnya, mungkin Randika hanya akan tertawa dan mengejek lawannya untuk menendang dirinya lebih keras. Namun hari ini berbeda. Tenaga dalamnya sudah terkuras ketika menyelamatkan Inggrid sebelumnya. Tenaganya tinggal 60% dari biasanya. Belum lagi, dari tadi dia mendapatkan serangan gabungan dari formasi tempur lawannya.
Itulah mengapa Randika daritadi tidak melawan dan bersifat defensif. Dia tidak ingin membuang-buang tenaga untuk mengejar musuhnya. Namun, sekarang dia merasa dirinya dalam bahaya dan dia tidak boleh terbawa oleh ritme musuh.
Randika yang sudah berdiri kembali menatap semua musuhnya dalam-dalam. Matanya memancarkan aura membunuh yang kental. Hanya satu tendangan yang dia terima tetapi hal itu sudah menyulut hawa membunuhnya hingga ke tingkat ekstrim. Rasa sakit? Tidak! Dia tidak akan mengijinkan musuhnya merasakan hal tersebut.
Secara cepat Randika melesat bagai cahaya hitam. Setiap tubuh yang dilewati cahaya hitam ini akan meninggalkan segenang darah dan anggota tubuh yang jatuh.
Cepat dan akurat!
Setiap tebasan Randika berhasil membunuh musuhnya dan hanya butuh waktu 2 menit untuk membunuh semua musuhnya.
Sosoknya yang terlihat mengerikan dan napas terengah-engahnya yang sangat berat membuat musuhnya teringat akan legenda dewa pembunuh dari dunia bawah tanah. Setiap langkah yang diambil sang dewa, satu tubuh tanpa kepala akan tergeletak.
Randika, yang bersimbah darah mulai dari wajah hingga bajunya, menatap kembali pada mayat musuh-musuhnya.
Saat ini mungkin dia terlihat kuat dan mengerikan, tetapi di balik topengnya ini dia sudah sangat kesakitan dan kekuatan misterius dalam tubuhnya mulai meronta-ronta.
Dalam acara pembantaiannya ini, dia hampir menggunakan seluruh tenaga dalamnya. Mungkin tanpa ramuan X yang diminumnya sehari yang lalu, kekuatan misterius dalam tubuhnya sudah mengambil alih tubuhnya.
Di saat dia berusaha menenangkan diri, sebuah suara tepuk tangan terdengar.
Plak! Plak! Plak!
Randika yang masih berdiri diam di tengah genangan darah membelakangi sosok yang bertepuk tangan tersebut.
"Luar biasa! Nama dewa perang dari dunia bawah tanah sangatlah luar biasa! Bravo! Legenda tentang kau membunuh tim pembunuh ayahku yang berjumlah 1000 orang ternyata bukanlah isapan jempol. Tidak ada yang berani melawanmu sejak saat itu. Tidak heran tim pembunuhku tidak bisa apa-apa. Sekali lagi kuucapkan Anda memang luar biasa!"
Suara orang ini terdengar sangat menjengkelkan dengan aksen aneh seperti suara perempuan. Tapi Randika tahu bahwa dia adalah laki-laki karena suara ini sudah pernah dia dengar sebelumnya.
"Naoki Moretti. Sang bocah akhirnya lepas dari pelukan ibunya ya. Berani-beraninya kau datang menghadapiku!"
Randika sangat mengenal Naoki Moretti. Anak dari Sylvester Moretti, salah satu kepala keluarga dari 12 kepala keluarga mafia Italia, Naoki merupakan keturunan Jepang yang berasal dari ibunya. Selama hidupnya dia sudah berada di bawah naungan ayahnya dan posisi ayahnya akan diteruskan olehnya.
Dengan figurnya yang seperti perempuan, wajahnya sangat putih dan mungil seperti orang Asia. Dia terlihat cantik. Jika dia adalah perempuan maka dia akan menjadi rebutan banyak lelaki di dunia. Tetapi ketika Randika melihat dirinya, dia langsung memasang kuda-kuda karena dia tahu bahwa lawannya ini sangatlah berbahaya.
Bisa dikatakan bahwa Naoki Moretti berada di peringkat 20 dari ranking para Dewa.
Di dunia ini, terdapat manusia-manusia yang berada di puncak ilmu bela diri. Maka dari itu, munculah sebuah daftar yang meranking para talenta ini. Terdapat tiga daftar yang membedakan daya tempur mereka yaitu Dewa, Manusia Peranakan dan Manusia. Dalam ranking Dewa ada 100 daftar nama, Manusia Peranakan 1.000 nama dan Manusia ada 10.000 nama.
Namun, di atas mereka masih ada sebuah daftar yang melampaui mereka semua dan mereka dikenal sebagai 12 Dewa Olimpus. Orang-orang yang benar-benar bisa dikatakan mendekati ranah Dewa sesungguhnya. Randika berada di daftar nama tersebut. Dia dikenal sebagai Ares, sang dewa perang.
Dalam daftar 12 Dewa Olimpus, perbedaan kekuatan di antara mereka sudah sangat kecil. Jadi apabila mereka diurutkan oleh sebuah nomor, mungkin hal ini akan menyebabkan perdebatan di antara mereka mengenai siapakah yang paling terhebat dan bisa-bisa akan terjadi pertarungan yang mengguncang bumi hingga tersisa 1 orang. Randika bisa masuk dalam daftar ini disebabkan oleh pencapaian tidak masuk akalnya yang telah membantai 1000 orang yang dikirim Sylvester Moretti dalam semalam. Karena hal ini Randika dikenal sebagai Ares sang Dewa Perang dari dunia bawah tanah karena sosoknya yang bersimbah darah setelah membantai lawannya.
Dihadapkan beratus-ratus situasi hidup dan mati, Randika tentu tidak takut dengan sosok Naoki Moretti seorang. Tapi hari ini berbeda, hari ini dia berada di kondisi terlemahnya.
"Ares oh Ares, kenapa kau memasang wajah garang seperti itu? Apakah kau berusaha memancarkan aura pembunuhmu ataukah kamu menahan rasa sakit?" Dengan kata lain, Naoki mengetahui bahwa kondisi Randika tidak dalam kondisi prima.
"Kamu kira aku keluar hari ini adalah suatu kebetulan? Kamu kira hancurnya markasmu juga kebetulan? Akulah yang melakukan semua itu! Akulah yang akan mengakhiri hidupmu dan meneruskan nama Ares yang tidak pantas kau sandang!"
Naoki Moretti segera memancarkan aura membunuhnya dan tatapan matanya menjadi serius.
Melihat hal ini, Randika cuma menyeringai dan berkata dengan nada ejekan, "Hahaha, yang datang cuma kamu? Naoki, bocah sepertimu mana mungkin bisa menghancurkan markasku kalau sendirian? Kalau cuma bocah bau kencur sepertimu, sudah lama aku mengirimkan ayahmu bunga untuk pemakamanmu!"
Setelah Randika mengatakan itu, tatapan mata Naoki semakin menajam.