Chapter 86: Aku Ingin Membuktikan Sesuatu
Chapter 86: Aku Ingin Membuktikan Sesuatu
Berdiri sambil bermuka muram, Randika menyadari sesuatu dan bergumam pada dirinya sendiri. Kenapa dirinya seperti mengenal suara itu?
Di mana ya dia pernah mendengarnya? Apa ini cuma halusinasinya saja?
Di saat Randika masih tenggelam dalam pikirannya, teriakan itu berganti menjadi tangisan.
Dalam sekejap akhirnya Randika sadar, bukankah itu suara Christina?
Dan kalau didengar baik-baik, bukankah suara itu berasal dari samping rumah?
Randika segera keluar dari rumah Viona dan menggedor rumah Christina, namun tidak ada respon.
"Vi, mundurlah." Kata Randika dengan santai, lalu dia mengangkat kakinya dan mendobrak pintunya!
DUAK!
Pintu itu segera copot dan menabrak tembok dengan mudah.
Ketika Randika masuk, dia langsung terkejut dengan apa yang dia lihat.
Christina terlihat menangis sambil mempertahankan celana dalamnya yang dia pakai itu agar tidak dipelorot oleh si boneka ginseng. Boneka ginseng itu terlihat tertawa seperti om-om genit yang penasaran dengan dalaman apa yang dipakai Christina ini.
Randika benar-benar tidak habis pikir, boneka ginseng ini ternyata mesum?
"Tolong aku singkirkan benda itu!" Christina tidak menyadari bahwa Randika lah yang masuk ke rumahnya dan berusaha menolongnya, dia yang sekarang benar-benar ketakutan.
"Vi, pulanglah ke rumahmu dulu dan kunci pintumu rapat-rapat." Mata Randika sudah mengunci boneka ginseng itu lekat-lekat. Kali ini dia tidak akan membiarkannya lolos.
Boneka ginseng itu menoleh dan tertawa ke arah Randika. Dia lalu berlompat-lompat hingga naik di atas meja dan tersenyum ke arahnya. Sepertinya dia menantang Randika.
"Kali ini kau tidak bisa lari!" Tatapan mata Randika menjadi serius dan menerjang maju. Di tangannya, dia memegang sepatu yang ada di pintu masuk dan melemparnya!
Boneka ginseng ini sangat lincah jadi satu-satunya cara adalah menangkapnya di udara.
"Hei bukankah kau yang tadi pagi?" Saat Randika menerjang maju, Christina akhirnya sadar bahwa pria ini adalah pria yang ditemuinya tadi siang.
Randika tidak mempedulikannya, perhatiannya benar-benar terfokus pada boneka ginseng.
Boneka ginseng itu melihat sepatu yang melayang ke arahnya, dia hanya tersenyum. Ia kemudian menjulurkan tangannya dan menangkap sepatu tersebut, karena sepatu itu tidak memenuhi seleranya maka dia langsung membuangnya.
Pada saat ini, Randika sudah sangat dekat. Randika meloncat dan menangkap boneka ginseng itu dengan kedua tangannya. Sayangnya, boneka ginseng itu melompat dan memanjat lengan Randika sampai ke atas bahunya sambil tertawa.
Randika langsung bereaksi dan berusaha menangkapnya tetapi si boneka ginseng melakukan salto di udara dan mendarat dengan indah di lantai.
Boneka ginseng ini benar-benar terlalu lincah.
Randika tidak mau menyerah, sekarang permainan kejar-kejaran ini melibatkan seluruh pelosok rumah.
Boneka ginseng ini tidak henti-hentinya tertawa ketika setiap usaha Randika itu gagal. Randika juga tidak bisa terlalu menggunakan kekerasan untuk menangkapnya, bagaimana kalau boneka ginseng ini mati dan khasiatnya hilang? Jadi dia hanya bisa menangkapnya dengan hati-hati.
Sekarang, boneka ginseng itu meloncat-loncat di tempat tidur. Sepertinya dia menyukai kasur empuk itu.
Saat itu juga Randika tahu inilah kesempatan terbesarnya. Dia menunggu lompatan tertinggi dan langsung meloncat maju. Sayangnya, usahanya benar-benar sia-sia.
Kali ini boneka ginseng tersebut menggunakan tangan Randika sebagai pijakan dan mendarat di kepalanya. Dia menginjak-injak kepala Randika dengan girang sambil tertawa.
Kalau aku berhasil menangkapmu, aku akan benar-benar merebusmu!
Randika berdiri dan boneka ginseng itu segera meloncat turun. Ia lalu menoleh ke belakang dan tertawa ke Randika.
Randika sudah menyalurkan tenaga dalamnya ke kakinya yang membuatnya bisa berlari secepat angin. Tetapi, boneka ginseng ini jauh lebih cepat dan Randika sama sekali bukan saingannya.
Apakah ini esensi sejati dari bumi dan langit?
Randika hanya bisa bersedih ketika sosok boneka ginseng itu menghilang kembali tanpa jejak.
Boneka itu benar-benar berengsek, ia menganggap dirinya ini hanya sebuah lelucon. Ares sang Dewa Perang ini benar-benar diremehkan.
Setelah boneka ginseng itu menghilang, suasana rumah menjadi hening.
Christina yang mengintip dari pintu menghampiri Randika, "Makhluk apa itu barusan?"
"Bisa dikatakan dia makhluk supernatural." Randika menghela napas. Menangkapnya benar-benar sebuah ujian.
"Makhluk supernatural?" Christina terkejut. Meskipun dia awalnya tidak percaya tetapi penjelasan itu mungkin masuk akal baginya.
"Jangan khawatir, makhluk itu tidak berbahaya. Tapi cuma sedikit jail saja." Randika duduk di kasur dan tersenyum. "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi secepat ini."
Muka Christina segera menjadi jelek. "Jangan membual seperti ini semacam takdir atau apa, ingat caramu menggodaku tadi benar-benar buruk!"
"Menggodamu?" Randika terlihat bingung. "Kapan aku menggodamu?"
"Kau!" Christina menjadi marah. "Tadi siang kau mencari alasan untuk berbicara denganku bukan? Caramu menggoda juga benar-benar biadab!"
"Maksudmu tentang operasi pembesaran dada?" Randika menghela napas. "Christina sepertinya kau salah memahaminya. Operasi pembesaran dada itu tidak ada hubungannya denganku menggodamu. Kau benar-benar membutuhkannya, itu pendapatku dari sudut pandang seorang dokter."
"Terserah! Sekarang cepat kau keluar dari sini!" Ekspresi Christina masih marah-marah.
"Bukankah barusan aku menolongmu? Sekarang kau marah-marah mengusirku, apakah itu caramu untuk berterima kasih?" Randika selalu melakukan sesuatu dengan harapan imbalan.
"Ini rumahku dan aku punya hak untuk mengusirmu!" Katanya dengan nada dingin.
"Sudahlah jangan marah-marah." Randika lalu rebahan. "Biarkan aku istirahat dulu."
Christina benar-benar tidak habis pikir dengan orang ini. "Kalau aku bilang keluar ya keluar!"
Randika berdiri dan menghampiri Christina.
"Kau apa yang kau lakukan?"
"Aku ingin membuktikan sesuatu." Randika lalu berbisik padanya. "Aku ingin membuktikan bahwa kau juga seorang wanita!"
Dalam sekejap, Randika memeluk erat Christina dan menciumnya!
Untuk perempuan keras kepala semacam Christina, Randika mulai malas berdebat dengannya. Christina bilang bahwa dia menggodanya, jadi dia langsung menunjukan bagaimana caranya dia mendapatkan hati wanita yang sebenarnya!
Christina benar-benar terkejut. Tiga detik pertama dia terpana dengan kenikmatan yang dia rasakan tetapi, tiga detik setelahnya dia baru sadar akan situasinya dan melawan mati-matian.
"Hm, Hm, Hm!" Christina mulai berteriak dan melawan mati-matian. Dia ingin mengatakan pada Randika untuk melepaskannya tetapi bibir Randika dengan sempurna menutupi suaranya.
Christina terus memukul-mukul dada Randika, tetapi bagi Randika itu hanya bagaikan gigitan semut. Terlebih, Randika memegang erat leher Christina jadi dia tidak bisa ke mana-mana.
Berada di bawah serangan gigih Randika, Christina mulai khawatir. Selama ini dia menggertakan giginya, menahan serangan lidah Randika yang intens. Sepertinya pria ini ingin mempertemukan kedua lidah mereka.
Dasar pria bajingan! Tatapan mata Christina benar-benar tajam.
Tiba-tiba, Randika berteriak kesakitan dan melepas Christina dari pelukannya. Ternyata bibirnya telah digigit olehnya.
"Keluar dari sini!" Christina mulai mengambil barang-barang di dekatnya dan melemparnya ke Randika.
"Hei santai saja! Itu cuma ciuman biasa!" Kata Randika dengan santai. Namun, Randika melihat bahwa Christina meneteskan air mata.
Ciuman pertama?
Mustahil, untuk seumuran Christina dia baru pertama kali berciuman?
Randika dengan cepat membuang pemikiran ini, karena mustahil bukan?
"Cepat pergi!" Christina benar-benar sudah naik pitam.
"Oke, oke, aku keluar. Jangan melempariku lagi."
Ketika Randika sudah pergi, tangisan Christina semakin menjadi-jadi. Kenapa pria itu melakukan semua itu padanya?