Chapter 103: Kekacauan di Depan Hotel Melati (1)
Chapter 103: Kekacauan di Depan Hotel Melati (1)
Tidak lama kemudian di lantai paling bawah dari Hotel Melati.
Suara sirine polisi bisa terdengar sangat keras, belasan mobil polisi memadati hotel bintang 5 ini. Para pejalan kaki dan para tamu terkejut, apakah ada penggerebekan teroris?
Kali ini bantuan yang dikerahkan untuk menyelamatkan Yosua bukan main-main, hampir 20 mobil polisi yang mengepung jalan masuk dan keluar Hotel Melati.
Meskipun sudah mengetahui situasi yang terjadi di lantai atas hotel mereka, si resepsionis hotel tidak menyangka bahwa polisi akan mengerahkan pasukan sebanyak ini.
Seluruh orang mulai turun dari mobil mereka, lengkap dengan baju pelindung dan senapan serbu mereka. Mereka telah mengepung seluruh gedung ini dengan sempurna.
Kenalan Yosua yang merupakan kepala polisi itu, Gunawan, turun dari mobil mewahnya. Dia memandangi hotel ini dengan muka dinginnya.
Ketika dia ingin mengarahkan bawahannya untuk segera masuk, terlihat orang yang sedang menyeret kakinya keluar dari pintu depan.
"Sudah kubilang, tidak ada orang yang keluar ataupun yang masuk sebelum kita memeriksa seluruh orang yang ada di hotel itu!" Gunawan benar-benar dalam keadaan murka.
"Ini aku." Kata Yosua sambil tertatih-tatih.
"Ah! Tuan Yosua, keadaan Anda terlihat sangat buruk!" Gunawan benar-benar terkejut ketika melihatnya. "Siapa yang melakukan ini? Bagaimana dengan anak buahku?"
"Mereka semua ada di atas." Tatapan mata Yosua masih terlihat tanda-tanda ngeri ketika dia mengingat kejadian tadi.
"Lalu siapa yang bertanggung jawab atas kejadian ini? Berapa orang mereka?" Tanya Gunawan dengan nada cemas.
"Dia seorang diri." Yosua tersenyum pahit. "Anak buahmu hanya pingsan, tinggal bawa mereka ke rumah sakit dan mereka akan baik-baik saja."
"Cuma satu?" Gunawan terkejut ketika mendengarnya. "Aku mengirimmu 15 orang bersenjata lengkap dan mereka semua dikalahkan oleh satu orang?"
"Kau pikir aku bercanda? Kau harus menyelesaikan masalah ini dengan benar untukku!" Kata Yosua dengan nada serius.
"Jangan khawatir, mau dia sehebat apa pun, dia tidak akan bisa mengalahkan orang sebanyak ini." Gunawan lalu berteriak pada anak buahnya. "Semuanya bersiap!"
KLIK!
Semua senjata para polisi ini sudah siap dan beberapa membawa tameng yang cukup besar sampai-sampai menutupi seluruh badannya.
Seluruh orang yang melihat kejadian ini sudah mengira ada teroris di hotel tersebut. Kejadian yang unik untuk kota yang biasanya damai ini.
Namun, terdengar suara orang berteriak cukup keras dari pintu masuk hotel tersebut. "Kenapa kalian lama sekali datangnya?"
Gunawan dan para polisi terkejut. Mereka sudah menginstruksi para staff hotel untuk menyuruh para tamu tetap diam di kamarnya. Dan sekarang, ada seseorang yang dengan santainya keluar dan menyapa mereka?
Yosua menatap orang tersebut dengan perasaan ngeri bercampur benci.
"Apakah itu orangnya?" Gunawan dengan cepat bertanya.
Yosua hanya mengangguk pelan.
Gunawan lalu mengambil megafon dan mengatakan. Diam di tempat! Kau sudah terkepung dan bersalah atas penyerangan terhadap petugas aparat hukum."
"Hei itu bukan salahku tahu!" Randika menggelengkan kepalanya. "Kalian yang mendatangiku cuma karena disuap oleh orang di sampingmu itu."
"Atas dasar apa kau berkata seperti itu?" Gunawan mengerutkan dahinya. "Fakta bahwa kau telah menyerang polisi sudah tidak terbantahkan, kau tetap akan kami bawa."
"Buat apa kalian membawaku?" Randika dengan cepat memeriksa keadaan. Dia melihat ada sekitar 20 mobil polisi dan setiap orangnya membawa senapan serbu. Mereka semua berlindung di balik mobil mereka dan semuanya membidik tepat ke arahnya.
"Untuk mempertanggung jawabkan atas aksi biadabmu!" Kata Gunawan dengan dingin. Selama dia berhasil membawa Randika, maka dia bisa memanipulasi informasi dengan mengatakan bahwa dia adalah teroris. Randika juga tahu bahwa jika apabila dia tertangkap, tuduhan-tuduhan palsu akan melayang pada dirinya. Bisa-bisa dia tidak akan melihat matahari lagi.
"Maaf, aku alergi dengan kantor polisi." Kata Randika sambil tersenyum. "Lagipula, kau tidak ingin kantormu yang busuk itu hancur karenaku kan? Kalau begitu lebih baik kita bicara di sini."
"Kau tidak bisa menolak!" Bentak Gunawan.
"Bukankah aku punya hak?" Randika tetap terlihat tenang. Dia perlahan-lahan menghampiri Gunawan. "Apakah kau sendiri yang akan memaksaku pergi?"
"Cukup! Jangan bergerak lagi!" Gunawan sudah membanting megafonnya dan membidik pistolnya ke arah Randika.
"Oh? Yosua belum menceritakan tentang diriku?" Randika lumayan terkejut. Tatapan matanya sekarang mengarah pada Yosua.
"Cerita tentang apa?" Gunawan mengerutkan dahinya.
Yosua dengan cepat mengatakan. "Kemampuan bela diri orang itu sangat menakutkan, anak buahmu harus waspada!"
"Cuma itu?" Gunawan menyeringai. "Aku sudah membunuh ratusan penjahat yang lebih kejam daripada bocah itu!"
"Tangkap dia!" Gunawan segera memberi sinyal pada anak buahnya, nampaknya dia ingin menangkap Randika hidup-hidup.
Randika sudah menguap karena bosan. "Bukannya aku sudah bilang agar kita berbicara baik-baik saja? Belum terlambat jika kau ingin mundur dari sini, aku sedang tidak ingin menghajar kalian."
Melihat tatapan meremehkan Randika, Gunawan tertawa keras. Dia sudah tidak sabar ikut menyiksa bocah itu.
Tetapi, dari belakang Randika terdengar suara perempuan. "Sedang apa kalian?"
Suara itu terdengar dingin dan tegas, tapi bagi Randika suara itu sangat familiar baginya.
"Turunkan senjata kalian!"
Perempuan itu dengan cepat menyuruh mereka menurunkan senjatanya. Gunawan dan Yosua terkejut, memangnya siapa orang itu?
Gunawan yang melihat perempuan muda itu hanya tertawa. "Memangnya siapa kamu sampai berani memerintahku? Aku adalah kepala polisi kota ini, apa kau pikir aku akan tunduk pada seorang wanita?"
"Cukup satu telepon maka aku bisa menggulingkanmu dengan mudah." Kata perempuan tersebut dengan santai. Lalu, dia mengirim pesan pada handphone Gunawan yang berisikan data-data yang dapat menjatuhkan dirinya dari posisinya yang sekarang ini.
Gunawan yang melihat hal tersebut terkejut bukan main dan merinding. Yosua yang juga ikut melihat menjadi linglung. Kenapa transaksi gelapnya dengan Gunawan bisa terungkap begitu mudah?
"Semuanya, turunkan senjata kalian!" Gunawan berteriak dengan sepenuh hati, dia tidak punya pilihan selain menuruti perempuan tersebut.
Randika menoleh dan dugaannya benar, perempuan ini mungkin sudah terpesona dengan dirinya sampai-sampai bisa muncul di kota ini.
"Kok bisa kamu buat masalah sampai ke kota lain?" Elva menggelengkan kepalanya.
Dia benar-benar tidak habis pikir, setiap kali dia bertemu dengan pria ini ada saja masalahnya.
"Aku hanya sedang lewat hehehe." Kata Randika sambil tersenyum.
Elva lalu berjalan melewati Randika.
"Eh! Mau ke mana kamu?" Randika dengan cepat mencegat Elva. "Kenapa buru-buru? Lebih baik kita pergi dari sini dan makan malam bersama."
"Huh! Aku tidak mau satu ruangan denganmu." Elva malas berurusan dengan Randika. Setiap kali dia bertemu dengan pria ini, dirinya selalu mendapatkan pengalaman buruk. Hal ini sudah sangat melekat di benak Elva, pria ini jelmaan dewa mesum!
"Ckckck, padahal aku sudah menyelamatkanmu sebelumnya." Randika menghela napas. "Aku hanya meminta kita pergi makan bersama saja sebagai imbalannya."
"Dengan campur tanganku ini, hutangku sudah lunas."
"Tidak! Aku tidak minta bantuanmu." Randika dengan cepat protes.
Elva lalu mengabaikan Randika dan, di bawah tatapan para polisi, dia menghampiri Gunawan lalu mengatakan. "Ikuti aku."